2025-12-25

Aturan Impor Buku di Indonesia: Pajak, Pembebasan, dan Jenis Buku Bebas Bea Masuk

Author -  Lubis Muzaki


Akses terhadap buku impor di Indonesia kerap dihadapkan pada persoalan harga yang relatif tinggi. Selain dipengaruhi oleh biaya produksi dan distribusi internasional, harga buku impor juga dibentuk oleh berbagai pungutan dalam rangka impor, seperti bea masuk dan pajak.

Dalam konteks tersebut, negara memiliki peran strategis untuk memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak menjadi penghambat bagi pengembangan literasi dan pendidikan. 

Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), memberikan fasilitas fiskal tertentu atas impor buku yang dinilai memiliki nilai edukatif dan mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kebijakan ini dirancang untuk menurunkan beban biaya impor, sekaligus memperluas akses masyarakat terhadap buku ilmu pengetahuan dari berbagai belahan dunia.

Artikel ini akan mengulas secara komprehensif ketentuan impor buku di Indonesia, mulai dari skema pajak yang berlaku, jenis buku yang memperoleh fasilitas pembebasan, hingga dampak kebijakan tersebut terhadap akses pengetahuan dan literasi nasional.


Dasar Hukum Kebijakan Impor Buku


Fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak atas impor buku memiliki landasan hukum yang jelas dan berlapis. Beberapa regulasi utama yang menjadi rujukan dalam kebijakan impor buku antara lain:

  • PMK Nomor 103 Tahun 2007, yang mengatur pembebasan bea masuk atas impor buku ilmu pengetahuan tertentu.
  • PMK Nomor 96 Tahun 2023 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK Nomor 4 Tahun 2025, yang memperbarui ketentuan fasilitas kepabeanan dan perpajakan atas barang tertentu, termasuk buku.
  • PMK Nomor 199/PMK.010/2019, yang mengatur tarif dan ketentuan umum bea masuk.
  • PMK Nomor 34/PMK.010/2017, yang mengatur pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor.
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


Melalui kombinasi regulasi tersebut, pemerintah menetapkan secara jelas kapan buku impor dikenakan pungutan, dan dalam kondisi apa buku dapat memperoleh pembebasan.


Pajak dalam Rangka Impor (PDRI) atas Buku


PDRI merupakan kumpulan pungutan negara yang dikenakan saat suatu barang masuk ke wilayah pabean Indonesia. Untuk buku impor, terdapat tiga jenis pungutan utama yang dapat membentuk harga akhir di pasar, yaitu Bea Masuk, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


1. Bea Masuk


Bea Masuk merupakan pungutan negara yang dikenakan atas barang impor berdasarkan nilai pabean. Untuk buku impor, ketentuannya diatur dalam PMK Nomor 199/PMK.010/2019.

Secara umum, buku impor dengan nilai kiriman di atas ambang batas bebas (FOB USD 3) hingga USD 1.500 dikenakan Bea Masuk sebesar 7,5% dari nilai pabean. Nilai pabean ini biasanya mencerminkan harga buku ditambah biaya terkait sampai barang tersebut masuk ke wilayah Indonesia.

Meskipun persentasenya terlihat relatif kecil, bea masuk tetap menjadi komponen awal yang memengaruhi kenaikan harga buku impor, terutama untuk buku akademik atau referensi khusus yang harganya sudah tinggi sejak awal.


2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor


Selain Bea Masuk, buku impor juga dikenakan PPh Pasal 22 Impor. Pajak ini pada dasarnya berfungsi sebagai pungutan di muka atas kewajiban pajak penghasilan importir.

Besaran PPh Pasal 22 berbeda tergantung pada status importir:

  • 2,5% dari nilai impor bagi importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API)
  • 7,5% dari nilai impor bagi pihak yang mengimpor tanpa menggunakan API

Ketentuan ini membuat impor buku oleh individu atau pihak non-importir resmi cenderung dikenakan pajak lebih tinggi dibandingkan importir yang telah terdaftar secara administratif.


3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pungutan berikutnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 11%.

PPN atas impor buku dihitung dari nilai impor, yaitu:

nilai barang + Bea Masuk + pungutan lain dalam rangka impor.


Karena dihitung setelah Bea Masuk dan PPh Pasal 22, PPN sering kali menjadi komponen pajak terbesar dalam total PDRI yang harus dibayar saat impor buku.

Jika ketiga pungutan tersebut dikenakan secara penuh, harga buku impor dapat meningkat signifikan dibandingkan harga aslinya di negara asal. Kondisi inilah yang selama ini membuat buku impor—khususnya buku ilmiah dan referensi akademik—sering dianggap mahal dan sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat.

Oleh karena itu, pemerintah kemudian menetapkan kebijakan pengecualian dan pembebasan pajak atas jenis buku tertentu yang dinilai memiliki nilai edukatif tinggi. Kebijakan tersebut menjadi pembahasan utama pada bagian selanjutnya dalam artikel ini.


Jenis Buku yang Mendapat Pembebasan


Tidak semua buku impor dikenakan bea masuk dan pajak. Pemerintah memberikan fasilitas pembebasan bagi buku-buku yang dinilai memiliki nilai edukatif tinggi, yaitu.


1. Buku Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Kategori utama yang mendapat pembebasan adalah buku ilmu pengetahuan dan teknologi. Jenis buku ini mencakup berbagai bidang akademik dan keilmuan, seperti sains, teknik, kedokteran, ekonomi, hukum, lingkungan, hingga teknologi informasi.

Buku-buku referensi, jurnal cetak, dan publikasi ilmiah yang digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian, atau pengembangan kompetensi termasuk dalam kategori ini. 

2. Buku Pelajaran Umum


Buku pelajaran umum yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar juga memperoleh fasilitas pembebasan. Buku ini mencakup materi pembelajaran formal yang digunakan di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.


3. Kitab Suci


Kitab suci dari berbagai agama termasuk dalam kategori buku yang dibebaskan dari bea masuk dan pajak impor. Pembebasan ini diberikan sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai keagamaan dan hak masyarakat untuk memperoleh akses terhadap kitab suci tanpa hambatan fiskal.


4. Buku Pelajaran Agama


Selain kitab suci, buku pelajaran agama yang digunakan untuk kegiatan pendidikan dan pembelajaran keagamaan juga mendapat fasilitas pembebasan. Buku ini dapat berupa buku tafsir, penjelasan ajaran agama, maupun materi pendidikan agama yang bersifat edukatif dan non-komersial.


5. Buku Ilmiah Lainnya yang Mendukung Literasi


Pemerintah juga memberikan ruang bagi buku ilmiah lainnya yang secara substansi mendukung pengembangan literasi, meskipun tidak selalu digunakan secara formal di ruang kelas. Termasuk dalam kategori ini antara lain buku referensi akademik, publikasi hasil penelitian, dan buku pengayaan ilmu yang bersifat non-hiburan.



Jenis Buku yang Tidak Mendapat Pembebasan


Meskipun pemerintah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak untuk buku tertentu, tidak semua buku impor otomatis bebas pungutan. Buku yang dinilai bersifat hiburan, promosi, atau tidak berkaitan langsung dengan kegiatan pendidikan tetap dikenakan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) sebagaimana ketentuan umum impor barang.

Secara umum, jenis buku impor berikut tidak termasuk dalam kategori pembebasan, antara lain:

  • Buku roman atau novel populer, terutama yang berorientasi hiburan
  • Komik dan buku hiburan yang tidak memiliki muatan edukatif
  • Buku horor, karikatur, horoskop, dan sulap
  • Buku iklan dan promosi usaha, termasuk materi pemasaran
  • Katalog non-pendidikan, seperti katalog produk atau koleksi komersial
  • Buku reproduksi lukisan atau karya seni yang bersifat dekoratif


Buku-buku tersebut diperlakukan sebagai barang konsumsi biasa dan tidak termasuk prioritas dalam kebijakan literasi nasional.

Contoh Perhitungan Pajak Buku Impor


Untuk memahami dampak Pajak dalam Rangka Impor (PDRI) secara lebih nyata, mari gunakan contoh perhitungannya di bawah ini.

Seorang dosen di Indonesia memesan satu buku referensi bidang teknologi lingkungan dari penerbit luar negeri. Buku tersebut tidak tersedia versi terjemahannya di dalam negeri dan dibutuhkan sebagai rujukan perkuliahan.

Harga buku tercantum sebesar USD 68. Setelah dikonversi ke rupiah, nilai barang tersebut setara dengan sekitar Rp1.050.000. Pembelian dilakukan secara langsung oleh individu, sehingga tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API).

Karena nilai kiriman berada di atas ambang batas bebas dan buku tersebut tidak termasuk kategori yang mendapat fasilitas pembebasan, maka pungutan impor dikenakan secara normal.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pungutan yang dikenakan adalah sebagai berikut:


1. Bea Masuk (7,5%): 7,5% × Rp1.050.000 = Rp78.750

2. PPh Pasal 22 Impor (7,5%) = 7,5% × Rp1.050.000 = Rp78.750

3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN 11%)

Dasar pengenaan PPN adalah nilai impor ditambah Bea Masuk:

Rp1.050.000 + Rp78.750 = Rp1.128.750

11% × Rp1.128.750 = Rp124.163


Jika seluruh pungutan dijumlahkan, maka total PDRI yang harus dibayarkan adalah:

  • Bea Masuk: Rp78.750
  • PPh Pasal 22: Rp78.750
  • PPN: Rp124.163

Total pajak impor: Rp281.663


Dengan demikian, buku yang semula berharga Rp1.050.000 meningkat menjadi sekitar Rp1.331.663, hanya dari komponen pajak impor.

Angka tersebut belum memperhitungkan biaya pengiriman internasional dan jasa logistik dalam negeri. Jika biaya kirim mencapai ratusan ribu rupiah, maka harga akhir buku bisa mendekati atau bahkan melampaui Rp1.600.000.


Pertanyaan yang Sering Muncul Seputar Impor Buku

Apakah semua buku impor pasti dikenakan pajak?
Tidak. Buku yang memiliki fungsi edukatif seperti buku pelajaran, buku ilmu pengetahuan, kitab suci, dan buku ilmiah tertentu dapat memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak impor sesuai ketentuan yang berlaku.
Jika membeli buku dari luar negeri secara online, apakah tetap diperiksa Bea Cukai?
Ya. Setiap barang kiriman dari luar negeri, termasuk buku, tetap melalui proses pemeriksaan kepabeanan untuk menentukan jenis barang dan perlakuan pajaknya.
Apakah pembebasan pajak berlaku untuk pembelian satuan oleh individu?
Berlaku. Fasilitas pembebasan tidak dibatasi jumlah buku maupun status importir, selama buku yang diimpor memenuhi kriteria sebagai buku edukatif.
Apakah pajak buku impor bisa diklaim kembali oleh pembeli?
Untuk pembeli akhir, pajak impor yang telah dibayarkan tidak dapat dimintakan pengembalian. Mekanisme restitusi hanya berlaku bagi importir dalam konteks usaha tertentu.

0 komentar

Posting Komentar