Pemerintah menerapkan kebijakan bea keluar terhadap empat jenis komoditas emas. Kebijakan ini menetapkan tarif bea keluar dalam rentang 7,5% hingga 15%, bergantung pada bentuk, tingkat pengolahan, serta harga referensi emas di pasar internasional. Objek pengenaan bea keluar mencakup emas mentah hingga emas batangan hasil cetak (minted bars).
Menariknya, struktur tarif dalam kebijakan ini disusun secara berjenjang. Emas dalam bentuk mentah atau setengah jadi dikenakan tarif lebih tinggi, sementara produk emas yang telah melalui proses hilirisasi lanjutan memperoleh tarif yang lebih rendah. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk menggeser orientasi ekspor dari sekadar bahan mentah menuju produk bernilai tambah tinggi.
Dengan diberlakukannya bea keluar emas, pelaku usaha, eksportir, serta pemangku kepentingan di sektor logam mulia perlu memahami secara utuh jenis emas apa saja yang dikenakan bea keluar, besaran tarifnya, serta dasar penetapannya.
Dasar Hukum dan Regulasi yang Mengatur
Secara umum, bea keluar merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang ekspor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan. Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengenakan bea keluar terhadap komoditas tertentu dengan tujuan menjaga kepentingan nasional, termasuk stabilitas pasokan dan harga di dalam negeri.
Lebih lanjut, pengaturan mengenai bea keluar juga diperkuat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Ekspor, yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk menetapkan jenis barang ekspor yang dikenakan bea keluar beserta mekanisme pengenaannya. Dalam konteks ini, emas diposisikan sebagai komoditas mineral yang dapat dikenakan instrumen bea keluar apabila dipandang perlu untuk mendukung kebijakan nasional.
Dasar hukum utama pengenaan bea keluar atas emas tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2025 tentang Penetapan Barang Ekspor Berupa Emas yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Empat Jenis Emas yang Dikenakan Bea Keluar
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80 Tahun 2025, terdapat empat jenis emas yang ditetapkan sebagai barang ekspor yang dikenakan bea keluar, masing-masing dengan karakteristik dan rentang tarif yang berbeda.
1. Dore
Jenis pertama adalah dore, yaitu emas dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, atau bentuk lain yang masih bersifat mentah atau sangat minim proses pengolahan. Dore umumnya merupakan hasil awal dari kegiatan pertambangan yang belum melalui proses pemurnian atau manufaktur lanjutan.
Dalam klasifikasi kepabeanan, dore termasuk dalam pos tarif ex 7108.12.10 dan ex 7108.12.90. Karena tingkat pengolahannya paling rendah, dore dikenakan tarif bea keluar tertinggi, yakni dalam rentang 12,5% hingga 15%, tergantung pada harga referensi emas yang berlaku.
2. Emas Granules dan Bentuk Tidak Ditempa Lainnya (Non-Dore)
Jenis kedua adalah emas atau paduan emas dalam bentuk tidak ditempa, berbentuk granules atau bentuk lainnya, dengan catatan tidak termasuk dore. Produk ini sudah melewati tahap pengolahan tertentu, tetapi masih belum dikategorikan sebagai produk hilir.
Emas granules diklasifikasikan dalam pos tarif ex 7108.12.90. Untuk jenis ini, pemerintah menetapkan tarif bea keluar sebesar 10% hingga 12,5%. Tarif tersebut lebih rendah dibandingkan dore, namun tetap relatif tinggi dibandingkan produk emas dengan tingkat pengolahan lebih lanjut.
3. Ingot dan Cast Bars (Non-Dore)
Jenis ketiga adalah emas atau paduan emas dalam bentuk tidak ditempa, berbentuk bongkah, ingot, dan cast bars, yang secara tegas dikecualikan dari kategori dore. Produk ini telah melalui proses pemurnian dan pencetakan awal, sehingga memiliki tingkat pengolahan yang lebih tinggi dibandingkan granules.
Dalam ketentuan kepabeanan, jenis emas ini termasuk dalam pos tarif ex 7108.12.10. Pemerintah menetapkan tarif bea keluar sebesar 7,5% hingga 10%, yang lebih rendah dibandingkan dua kategori sebelumnya.
Tarif yang lebih ringan ini dimaksudkan sebagai insentif fiskal bagi pelaku usaha yang melakukan pemrosesan emas di dalam negeri sebelum melakukan ekspor.
4. Minted Bars
Jenis keempat adalah minted bars, yaitu emas batangan yang diproduksi melalui proses cetak (press) dengan desain tertentu.
Minted bars diklasifikasikan dalam pos tarif ex 7115.90.10 dan dikenakan tarif bea keluar paling rendah, yaitu 7,5% hingga 10%. Penetapan tarif ini menegaskan bahwa minted bars diposisikan sebagai produk hilir yang ingin didorong pengembangannya oleh pemerintah.
Baca juga: Cara Menghitung Bea Keluar Emas: Panduan Lengkap + Contoh Perhitungan
Dampak Kebijakan Bea Keluar Emas bagi Eksportir dan Industri Pengolahan
Penerapan bea keluar atas empat jenis emas membawa konsekuensi langsung bagi pelaku usaha, yaitu:
1. Dampak bagi Eksportir Emas
Bagi eksportir, bea keluar secara langsung menambah komponen biaya ekspor, terutama bagi pelaku usaha yang selama ini mengekspor emas dalam bentuk mentah atau setengah jadi. Dore dan granules, yang dikenakan tarif lebih tinggi, akan mengalami kenaikan beban fiskal yang signifikan ketika harga emas internasional berada pada level tinggi.
Dalam praktiknya, kebijakan ini mendorong eksportir untuk melakukan evaluasi ulang model bisnis. Eksportir yang tetap mempertahankan ekspor emas mentah harus memperhitungkan penurunan margin, sementara eksportir yang mampu mengalihkan ekspor ke produk dengan tingkat pengolahan lebih tinggi berpotensi menikmati tarif yang lebih rendah.
Selain itu, mekanisme tarif berbasis harga referensi membuat beban bea keluar bersifat dinamis. Eksportir perlu lebih aktif memantau pergerakan harga emas global dan kebijakan harga patokan ekspor (HPE), karena perubahan harga dapat berdampak langsung pada besaran bea keluar yang harus dibayarkan.
2. Dampak bagi Industri Pengolahan Emas Dalam Negeri
Bagi industri pengolahan, kebijakan bea keluar justru membuka peluang strategis. Tarif yang lebih rendah untuk produk emas yang telah melalui proses pemurnian dan manufaktur memberikan insentif bagi pengembangan fasilitas pengolahan di dalam negeri. Industri yang mampu memproduksi ingot, cast bars, atau minted bars berada pada posisi yang relatif lebih diuntungkan dibandingkan pelaku yang hanya mengandalkan penjualan bahan mentah.
Kebijakan ini juga berpotensi meningkatkan pasokan bahan baku emas di dalam negeri, karena sebagian emas yang sebelumnya langsung diekspor dalam bentuk mentah akan lebih ekonomis jika diproses terlebih dahulu. Kondisi tersebut dapat memperkuat rantai pasok industri pemurnian dan manufaktur emas nasional, sekaligus meningkatkan utilisasi kapasitas produksi.
Namun demikian, manfaat tersebut tidak datang tanpa tantangan. Industri pengolahan perlu menghadapi kebutuhan investasi yang besar, baik dari sisi teknologi, standar kualitas, maupun kepatuhan regulasi. Oleh karena itu, efektivitas kebijakan bea keluar sangat bergantung pada sejauh mana iklim usaha dan dukungan kebijakan lain mampu menopang pengembangan industri pengolahan emas.
Dengan demikian, dampak kebijakan bea keluar emas tidak bersifat seragam. Bagi eksportir yang tetap berfokus pada bahan mentah, kebijakan ini menjadi tantangan biaya. Sebaliknya, bagi pelaku usaha yang siap berinvestasi di hilir, bea keluar justru dapat menjadi pemicu transformasi bisnis menuju aktivitas bernilai tambah yang lebih tinggi.
Pengenaan bea keluar atas empat jenis emas menandai langkah penting pemerintah dalam menata kembali tata kelola ekspor komoditas mineral strategis. Melalui penetapan tarif yang berjenjang—di mana produk emas dengan tingkat pengolahan lebih rendah dikenakan tarif lebih tinggi, sementara produk hilir memperoleh tarif yang lebih ringan—pemerintah menyampaikan sinyal kebijakan yang jelas. Ekspor emas tetap diperbolehkan, namun orientasinya diharapkan bergeser dari bahan mentah menuju produk hasil pengolahan dan manufaktur yang memberikan manfaat ekonomi lebih besar bagi dalam negeri.


0 komentar
Posting Komentar