![]() |
| Via NPR.org |
Kementerian Perdagangan (Kemendag) merespons wacana kebijakan Meksiko yang berencana mengenakan kenaikan tarif impor hingga 50% terhadap produk dari negara-negara Asia, termasuk Indonesia, mulai 2026. Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa kebijakan tersebut hingga saat ini belum resmi diterapkan, sehingga Indonesia masih memiliki ruang untuk mengamankan kepentingan ekspornya.
Budi menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia berupaya agar produk nasional tidak dikenakan tarif tersebut melalui perjanjian dagang bilateral dengan Meksiko. Menurutnya, pendekatan ini penting untuk memastikan akses pasar Indonesia tetap terjaga di tengah meningkatnya kecenderungan proteksionisme perdagangan global. “Belum ada ini [pengenaan tarif Meksiko], tetapi kan kita penginnya Indonesia enggak dikenakan tarif,” ujar Budi kepada wartawan usai Strategic Forum I-EAEU FTA di Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).
Wacana kenaikan tarif tersebut mencuat setelah Senat Meksiko dikabarkan menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang memungkinkan penerapan tarif bea masuk hingga 50% terhadap sejumlah produk impor dari negara-negara Asia. Kebijakan ini dirancang untuk memperkuat industri domestik Meksiko dan ditujukan bagi negara-negara yang tidak memiliki perjanjian dagang dengan pemerintah setempat.
Sejumlah produk yang berpotensi terdampak mencakup mobil dan suku cadang kendaraan, tekstil dan pakaian jadi, produk plastik, hingga baja. Ketentuan dalam RUU yang disetujui tersebut disebut lebih longgar dibandingkan versi sebelumnya, yang sempat mencakup sekitar 1.400 jenis produk. Meski demikian, kebijakan ini tetap dinilai signifikan karena menyasar sektor-sektor manufaktur utama yang menjadi tulang punggung perdagangan lintas negara.
Dalam konteks Indonesia, posisi tanpa perjanjian dagang khusus dengan Meksiko menjadi perhatian utama. Karena itu, Kemendag mendorong percepatan perundingan perjanjian dagang bilateral yang sebelumnya telah berjalan, bahkan sebelum wacana tarif ini mencuat. Budi menyebutkan bahwa diskusi awal telah dilakukan dan akan dijadwalkan ulang untuk mempercepat proses negosiasi.
Terkait bentuk kerja sama, pemerintah mempertimbangkan model perjanjian yang meniru skema Indonesia–Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement (IP-CEPA), yang berhasil dirampungkan dalam waktu relatif singkat. Dengan adanya perjanjian dagang tersebut, klausul pengecualian tarif dapat dimasukkan secara eksplisit, sehingga memberikan perlindungan bagi produk ekspor Indonesia.
Upaya ini dipandang krusial untuk memberikan kepastian bagi pelaku usaha, khususnya eksportir yang menyasar pasar Amerika Latin. Tanpa perjanjian dagang, kenaikan tarif berpotensi meningkatkan biaya masuk secara signifikan dan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar tujuan.
Hingga saat ini, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan tarif Meksiko masih berada pada tahap wacana dan belum berlaku. Namun, langkah antisipatif melalui jalur diplomasi perdagangan dinilai perlu dilakukan sejak dini agar kepentingan nasional tetap terlindungi seiring dengan dinamika kebijakan dagang global yang terus berkembang.

0 komentar
Posting Komentar