Dalam dunia statistika bisnis, uji asumsi klasik merupakan persyaratan uji yang sangat umum dipakai ketika perusahaan akan melakukan sebuah analisis terhadap data. Namun bagi orang awam, istilah ini mungkin kurang sering didengar padahal penggunaannya sangat banyak di dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karenanya, berikut ini kami paparkan mengenai mengapa dan apa tujuan dibuatnya uji asumsi klasik, jenis-jenisnya, dan contoh studi kasus pengujian asumsi klasik.
Tujuan Uji Asumsi Klasik
Tujuan dari pengujian asumsi klasik ini adalah agar ada ketegasan terhadap padanan regresi yang diperoleh mempunyai ketegasan dalam perkiraan, tidak bias dan tetap.
Jenis Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian analisis regresi linier berganda terhadap sebuah hipotesis maka terlebih dahulu perlu dil akukan suatu pengujian asumsi klasik atas data yang akan diolah, dimana terdapat lima jenis pengujian asumsi klasik, yaitu :
1. Uji Normalitas
Pengujian
ini dilakukan agar nilai residu yang tersalurkan dapat terlihat, baik
yang berlangsung secara normal maupun kebalikannya. Hal ini dikarenakan
model regresi yang benar adalah yang mempunyai penyaluran residu dalam
skala normal.
Dengan kata lain, tujuan penggunaan uji normalitas
adalah untuk menghitung nilai residu bukan diterapkan untuk tiap
variabel.
Tidak ada cara atau metode yang paling tepat ketika berbicara
perihal uji normalitas. Anda bisa menggunakan metode histogram,
Chi-square hingga Skewness dan Kurtosis. Metode-metode tersebut masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangannya. Namun yang jelas ketiganya dapat
menghitung residu normal dengan perbedaan yang tidak signifikan.
2. Uji Multikolinearitas
Kegunaan
dari tes multikolinearitas adalah sebagai jembatan agar dapat memahami
level hubungan yang tinggi dari antara 2 variabel yang digunakan dalam
sebuah uji coba. Apabila tingkat hubungan yang didapatkan memiliki skor
tinggi maka artinya terdapat kendala antar korelasi antara variabel
independen dan dependen.
Variance Inflation Factor atau VIF merupakan alat statistik yang umum dipakai untuk melakukan tes uji multikolinearitas ini.
3. Uji Heteroskedastisitas
Jika
terjadi ketidaksesuaian antara satu residu dengan pengamatan yang lain
maka diperlukan pengujian yang dinamakan dengan uji heteroskedastisitas.
Sedangkan metode yang kerap dipakai untuk pengujian jenis ini adalah
metode scatterplot.
Dengan metode ini maka nilai ZPRED dan nilai
SRESID dapat diplot. Nantinya jika terdapat grafik yang tidak memiliki
corak tertentu maka model tersebut termasuk baik.
4. Uji Autokorelasi
Pengujian
ini dilakukan untuk data runtun waktu karena tidak memerlukan
penggunaan data cross section. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan periode t dengan periode yang terjadi sebelumnya atau t-1.
Untuk
metode pengujiannya, umumnya menggunakan metode Durbin Watson. Metode
ini dipilih karena merupakan yang paling akurat dalam pendeteksian
autokorelasi. Sedangkan metode lainnya yang juga bisa digunakan adalah
pengubahan model regresi sehingga terbentuk perbedaan atau persamaan
umum,
5. Uji Linearitas
Guna mengetahui keberadaan
korelasi linear pada model yang dibangun maka digunakan pengujian
linieritas. Namun sebenarnya metode pengujian ini cukup jarang
dipraktekkan. Hal ini disebabkan karena pembangunan model umumnya
berlandaskan teori korelasi variabel independen dan dependen yang
linier.
Namun, jika tidak terbentuk korelasi linier tersebut maka
analisis yang memakai regresi linier tidak bisa digunakan. Terdapat
beberapa tipe pengujian linieritas misalnya estimasi kurva, scatterplot
hingga analisis grafik residual.
Rumus dan Langkah Uji Normalitas
1. Perumusan Hipotesis
Ho : Persebaran data normal
Ha : Persebaran data tidak normal
2. Penentuan Skor Uji Statistik
Rumus Chi Kuadarat =
3. Penentuan Taraf Nyata (α)
Mendapatkan Chi Kuadrat Tabel∶
4. Penentuan Kriteria Pengujian Hipotesis
5. Penarikan kesimpulan.
Contoh Uji Asumsi Klasik
Untuk memudahkan pemahaman, kami berikan contoh uji asumsi klasik yang sederhana berikut ini:
Diketahui :
Data penjualan produk pad UMKM selama 32 hari adalah sebagai berikut :
72 |
48 |
66 |
62 |
76 |
58 |
78 |
32 |
74 |
41 |
47 |
57 |
80 |
52 |
54 |
81 |
66 |
70 |
85 |
64 |
70 |
60 |
65 |
88 |
43 |
37 |
68 |
55 |
45 |
96 |
39 |
35 |
46 |
|
|
|
|
|
|
|
Ditanya :
Uji normalitas data tersebut secara manual!
Penyelesaian :
Langkah 1 : Penentuan Hipotesis
Ho : persebaran data normal
Ha : persebaran data tidak normal
Langkah 2: Penentuan nilai uji statistik
Jangkauan (J) = data terbesar – data terkecil
J = 96 – 32
= 64
Banyak Kelas (k) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 33
= 1 + 5,01
= 6,01 dibulatkan menjadi 6
Panjang Kelas = J : K
= 64 : 6
= 10,6 dibulatkan menjadi 11
Membuat Tabel A
Data |
Titik Tengah (Xi) |
Frekuensi (Fi) |
FiXi |
Xi2 |
FiXi2 |
30 – 40 |
35 |
4 |
140 |
1225 |
4900 |
41 – 51 |
46 |
6 |
276 |
2116 |
12696 |
52 – 62 |
57 |
7 |
399 |
3249 |
22743 |
63 – 73 |
68 |
8 |
544 |
4624 |
36992 |
74 – 84 |
79 |
5 |
395 |
6241 |
31205 |
85 – 95 |
90 |
3 |
270 |
8100 |
24300 |
Jumlah |
|
∑ = 33 |
∑ = 2024 |
|
∑ = 132836 |
Selanjutnya adalah pencarian rata-rata dan standar deviasi
Jadi nilai rata-rata adalah 61,33
Ditemukan standar deviasinya sebesar 17,43
Langkah Selanjutnya adalah membuat Tabel B
Untuk mendapatkan nilai Z dari tabel di atas gunakan rumus :
Langkah 3 : Penentuan Taraf Nyata (α)
a. Derajat kebebasan (dk) dengan rumus :
dk = banyaknya kelas – 3
= 6 – 3
= 3
b. Taraf keberartian (nyata), α = 0,01 atau α = 0,05
Jika kita ambil α = 0,01, karena data yang diperoleh memiliki keakuratan yang sangat tepat, maka :
Kemudian lihat pada tabel di bawah ini, dan akan ditemukan 11,3
Dengan melihat rumus yang ada di atas bahwa :
Sehingga diambil kesimpulan bahwa Ho diterima, yaitu persebaran data adalah normal.
Menggunakan uji asumsi klasik dengan cara manual memang membutuhkan ketelitian. Maka dari itulah, sekarang ini sudah banyak perangkat lunak yang diciptakan untuk membantu pengujian statistik semacam ini.
0 komentar
Post a Comment