Failure Mode Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu Core Tools Analysis yang paling sering digunakan dalam praktek perbaikan performa dalam bisnis. FMEA ini menjadi metode yang pertama kali diciptakan untuk mengidentifikasi dan menganalisa kesalahan (failure) pada proses.
Berbeda dengan Corrective Action yang melakukan analisa setelah kejadian, FMEA digunakan untuk melakukan analisa sebelum kejadian.
Dengan FMEA, perusahaan akan mamou melakukan analisa terhadap permasalahan yang kemungkinan bakal
muncul pada suatu produk ketika akan diproduksi. Karena masalah yang berisiko muncul sudah
diidentifikasi terlebih dahulu, maka perusahaan bisa menentukan tindakan
pencegahannya.
Pengertian FMEA
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah suatu teknik pendekatan sistematik yang digunakan untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial atau kecacatan suatu produk dan efeknya sehingga sebuah produk yang dihasilkan dapat memenuhi standar yang diinginkan oleh perusahaan.
Jenis FMEA
FMEA diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan waktu penggunaannya, yaitu:
1. PFMEA
Pada Process FMEA atau PFMEA dilakukan sebelum proses produksi massal dimulai, maka pembuatannya dilakukan pada saat :
- Adanya desain produk baru, teknologi baru atau terdapat proses baru yang digunakan.
- Terjadi perubahan pada desain atau proses yang ada, perangkat pendukung baru, dan sumber daya baru
- PFMEA harus sudah dibuat sebelum pembuatan tooling atau sebelum produksi dimulai.
- Rencana tindakan perbaikan sudah selesai sebelum produksi massal dilakukan.
2. DFMEA
DFMEA atau Design FMEA harus sudah selesai sebelum desain produk dilaunching untuk produksi. Pembuatannya dilakukan pada tahap desain produk dan sebelum release prototype desain tersebut.
Tim R&D (Research and Development) yang bertugas untuk membuat DFMEA ini sehingga tercipta produk yang spesifik. Namun, jika diperlukan bisa dibantu oleh bagian-bagian seperti Quality,
Technical dan atau Engineering.
Langkah-langkah Penerapan FMEA
Langkah Simple Mudah Dipaham untuk melakukan analisis FMEA adalah sebagai berikut:
- Menyusun daftar potensi kegagalan (failure mode) untuk setiap langkah proses. Tim melakukan analisa dan menemukan permasalahan yang mungkin terjadi di setiap tahapan proses.
- Membuat daftar terkait efek yang timbul dari failure mode yang ada dalam daftar sebelumnya. Jika terjadi kesalahan, perkirakan dampak yang akan timbul baik itu dampak untuk owner (perusahaan) ataupun untuk pelanggan.
- Mengidentifikasi tingkat keseriusan permasalahan yang menyebabkan kegagalan produk yang mungkin terjadi dari setiap tahapan proses. Beri rating 1 untuk permasalahan dengan tingkat keseriuasan yang paling rendah, dan 10 untuk
yang tingkat keseriusan permasalahan paling besar. Kegiatan ini juga dikenal sebagai Severity.
- Mengidentifikasi keseringan suatu permasalahan terjadi. Beri rating 1 untuk yang paling rendah kemungkinannya dan 10 untuk yang paling tinggi kemungkinannya. Kegiatan ini juga dikenal sebagai occurrance.
- Mengidentifikasi sistem kontrol yang ada untuk mendeteksi permasalahan-permasalahan yang ada dalam daftar, dan buat rating berdasarkan efektifitasnya dalam mendeteksi dan mencegah kegagalan potensial (failure mode). Beri rating 1 untuk sistem kontrol yang dapat dibilang sempurna, dan angka 10 untuk sistem kontrol yang sangat lemah. Kegiatan ini juga dikenal sebagai detection.
- Menghitung RPN (Risk Priority Number) dengan rumus = Severity (S) x Occurrance (O) x Detection (D). RPN ini akan menghasilkan angka-angka yang membantu tim untuk menetapkan prioritas fokus sehingga langkah perbaikan yang diambil akan lebih tepat. Misalnya didapatkan poin severity 10 (paling besar efeknya), occurrance 10 (terjadi setiap waktu), dan detection 10 (tidak terdeteksi), jadinya nilai RPN 1000. Kondisi ini artinya sangat serius dan harus menjadi prioritas fokus untuk diperbaiki.
- Menetapkan langkah perbaikan dengan cara menyortir nilai pada RPN dan identifikasi isu yang paling kritikal dan mendesak untuk segera ditangani. Tim harus membuat prioritas fokus.
- Menetapkan tindakan spesifik yang bisa dilakukan untuk memperbaiki tahapan proses produksi yang berpotensi menyebabkan kegagalan.
1) Severity atau keseriusan/tingkat bahaya, yaitu tahapan pertama dalam metode FMEA dengan menentukan tingkat bahaya yang akan terjadi pada output yang dihasilkan.
Rating |
Kriteria |
1 |
Negligible severity (Pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Pengaruh ini tidak berdampak pada kualitas produk. |
2 |
|
3 |
|
4 |
Moderate severity (pengaruh buruk yang moderate). Konsumen merasakan penurunan kualitas produk, namun masih dalam batas wajar. |
5 |
|
6 |
|
7 |
High severity (Pengaruh buruk yang tinggi). Konsumen merasakan penurunan kualitas yang wajar. |
8 |
|
9 |
|
10 |
2) Occurance atau frekuensi/tingkat kejadian, yaitu pada tahapan ini akan diukur frekuensi atau tingkat kejadian tersebut dan dari penyebab tersebut akan menghasilkan kegagalan.
Tabel Nilai Occurance
Degree |
Rata-rata kegagalan |
Rating |
Remote |
0,01 per 1000 produk |
1 |
Low |
0,1 per 1000 produk |
2 |
0,5 per 1000 produk |
3 |
|
Moderate |
1 per 1000 produk |
4 |
2 per 1000 produk |
5 |
|
5 per 1000 produk |
6 |
|
High |
10 per 1000 produk |
7 |
20 per 1000 produk |
8 |
|
Very High |
50 per 1000 produk |
9 |
100 per 1000 produk |
10 |
3) Detectability atau kemudahakn unduk dapat dideteksi, yaitu parameter yang digunakan untuk mengetahui atau mendeteksi penyebab potensial yang menyebabkan terjadinya kegagalan.
Table Nilai Detectability
Rating |
Kriteria |
Berdasarkan Frekuensi Kejadian |
1 |
Metode pencegahan sanga efektif. Tida ada kesempatan penyebab mungkin muncul. |
0,01 per 1000 produk |
2 |
Kemungkinan penyebab terjadi sangat rendah |
0,1 per 1000 produk |
3 |
0,5 per 1000 produk |
|
4 |
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan kadang memungkinkan penyebab itu terjadi. |
1 per 1000 produk |
5 |
2 per 1000 produk |
|
6 |
5 per 1000 produk |
|
7 |
Kemungkinan penyebab terjadi masih tinggi. Metode pencegahan kurang efektif. Penyebab masih berulang kembali. |
10 per 1000 produk |
8 |
20 per 1000 produk |
|
9 |
Kemungkinan penyebab terjadi masih tinggi. Metode pencegahan tidak efektif. Penyebab masih berulang kembali. |
50 per 1000 produk |
10 |
100 per 1000 produk |
Contoh Studi Kasus Langkah Penerapan FMEA
Berikut ini kami berikan contoh studi kasus analisis metode FMEA yang dilakukan di salah satu UKM industri pabrik tas dengan dilengkapi perhitungan analisis RNP.
Usaha Kecil Menengah (UKM) industri tas merek A merupakan sentra penghasil berbagai macam jenis tas. Oleh karenanya diperlukan analisis menggunakan FMEA untuk mengidentifikasi dan menganalisa kesalahan (failure) pada tiap tahapan proses produksi sehingga harapannya didapatkan produk yang berkualitas dan mampu bersaing dengan merek lain.
Data berupa jumlah produksi dan jumlah produk cacat pada bulan april, mei, dan juni 2020 didapatkan seperti berikut ini:
Tabel 1. Data jumlah Kegagalan Bulan April
No |
Proses |
Jumlah Produksi |
Jumlah produk gagal |
Proporsi produk gagal |
persen |
1 |
Pemotongan |
500 |
35 |
0,07 |
7 |
2 |
Perakitan |
500 |
40 |
0,08 |
8 |
3 |
Pengeleman |
500 |
65 |
0,13 |
13 |
4 |
Penjahitan |
500 |
70 |
0,14 |
14 |
Total |
210 |
0,42 |
42 |
Tabel 2. Data jumlah Kegagalan Bulan Mei
No |
Proses |
Jumlah Produksi |
Jumlah produk gagal |
Proporsi produk gagal |
persen |
1 |
Pemotongan |
600 |
30 |
0,05 |
5 |
2 |
Perakitan |
600 |
35 |
0,058 |
5,8 |
3 |
Pengeleman |
600 |
35 |
0,058 |
5,8 |
4 |
Penjahitan |
600 |
50 |
0,083 |
8,3 |
Total |
150 |
0,249 |
24,9 |
Tabel 3. Data jumlah Kegagalan Bulan Juni
No |
Proses |
Jumlah Produksi |
Jumlah produk gagal |
Proporsi produk gagal |
persen |
1 |
Pemotongan |
400 |
30 |
0,075 |
7,5 |
2 |
Perakitan |
400 |
20 |
0,05 |
5 |
3 |
Pengeleman |
400 |
35 |
0,0875 |
8,75 |
4 |
Penjahitan |
400 |
35 |
0,0875 |
8,75 |
Total |
120 |
0,3 |
30 |
Tabel 4. Data Rata-Rata Kegagalan Bulan April, Mei, Juni
No |
Bulan |
Jumlah Produk |
Jumlah Produk Gagal |
1 |
April |
500 |
210 |
2 |
Mei |
600 |
150 |
3 |
Juni |
400 |
120 |
|
Total |
1500 |
480 |
Rata – Rata = Jumlah Kegagaln Produk = 480 / 1500 = 0,32%
Berdasarkan data pada tabel di atas, didapatkan rata-rata kegagalan produk pada proses produksi di bulan april, mei, dan juni 2020 sebesar 0,32%, dan melebihi toleransi yang diinginkan oleh UKM industri A yaitu sebesar 0,1% atau 50 psc per bulannya.
Setelah terkumpul data jumlah produksi dan juga jumlah produk yang gagal, maka proses selanjutnya adalah tim melakukan identifikasi potensi kegagalan menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).
Untuk pembuatan tabel FMEA diberikan pembobotan (rating) pada nilai severity (S), Occurance (O), dan Detection (D) berdasarkan potensi efek kegagalan, penyebab kegagalan dan proses kontrol untuk menghasilkan nilai Risk Priority Number (RPN).
Tabel 5. Proses Failure Mode And Effet Analysis
No |
Mode Kegagalan |
Potensi Penyebab Kegagalan |
Proses Kontrol |
S |
O |
D |
RPN |
1 |
Pemotongan bahan tidak sesuai pola dan ukuran. |
Penggunaan alat potong tidak sesuai prosedur |
Memberikan panduan cara pemakaian alat potong yang benar |
7 |
6 |
5 |
210 |
Pekerja salah dalam melihat pola dan ukuran |
Melakukan pengawasan terhadap pekerja |
9 |
7 |
4 |
252 |
||
2 |
Penyatuan bagian item produk tidak sesuai dengan pola |
Menurunnya konsentrasi pekerja dalam melihat pola yang sudah dibuat. |
Memberikan pelatihan tentang proses penyatuan atau perakitan bagian-bagian produk dan juga melakukan pengawasan saat proses produksi |
9 |
6 |
3 |
162 |
3 |
Pengeleman tidak merata dan simetris. |
Kurangnya pengetahuan tentang cara pengeleman yang benar. |
Memberikan panduan tentang tata cara pengeleman dan penempelan yang benar. |
6 |
7 |
7 |
294 |
4 |
Hasil jahitan miring tidak simetris. |
Mesin jahit mengalami trouble |
Maintenance mesin jahit |
9 |
7 |
6 |
378 |
Konsentrasi pekerja menurun dalam menjahit bagian tas |
Melakukan pengawasan terhadap pekerja. |
7 |
7 |
7 |
343 |
Tabel 6. Pengurutan Risk Priority Number (RPN)
No |
Proses |
Mode Kegagalan |
S |
O |
D |
RPN |
Rating |
1 |
Penjahitan |
Hasil jahitan miring tidak simetris. |
9 |
7 |
6 |
378 |
1 |
7 |
7 |
7 |
343 |
2 |
|||
2 |
Pengeleman |
Pengeleman tidak rata dan simetris. |
6 |
7 |
7 |
294 |
3 |
3 |
Pemotongan |
Pemotongan bahan tidak sesuai pola dan ukuran. |
9 |
7 |
4 |
252 |
4 |
7 |
6 |
5 |
210 |
5 |
|||
4 |
Perakitan |
Penyatuan bagian tas tidak sesuai dengan pola. |
9 |
6 |
3 |
162 |
6 |
Berdasarkan pengurutan nilai RPN pada tabel di atas dapat diperoleh urutan proses yang memiliki nilai kegagalan tertinggi sampai terendah sebagai berikut:
- Pada proses penjahitan terdapat dua potensi penyebab kegagalan sekaligus memiliki nilai RPN yang tinggi sebesar 378 yang dihasilkan dari mesin jahit sering mengalami errror dan nilai RPN 343 dari konsentrasi pekerja menurun saat menjahit.
- Pada proses pengeleman mendapatkan nilai RPN sebesar 294 yang didapat karena kurangnya pengetahuan pekerja tentang cara pengeleman bagian tas yang benar.
- Pada proses pemotongan terdapat dua potensi penyebab kegagalan dengan nilai RPN sebesar 252 yang dihasilkan dari pekerja salah dalam melihat pola dan ukuran, sedangkan nilai RPN 210 yang didapat dari penggunaan alat potong yang tidak sesuai prosedur.
- Pada proses perakitan atau penyatuan bagian tas mendapat nilai RPN terendah sebesar 162 yang dihasilkan dari menurunya konsentrasi pekerja dalam melihat pola yang telah ditentukan
Analisa Data:
Berdasarkan pengolahan data menggunakan metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) terdapat 6 potensi kegagalan dari 4 proses produksi pembuatan tas yaitu :
- Penggunakan alat potong yang tidak sesuai prosedur.
- Pekerja salah dalam melihat pola dan ukuran.
- Konsentrasi pekerja yang mengalami penurunan dalam melihat pola yang telah dibuat.
- Kurangnya pengetahuan tentang cara pengeleman bagian tas yang benar.
- Mesin jahit mengalami error
- Konsentrasi pekerja menurun dalam menjahit bagian tas.
Dari 6 potensi penyebab kegagalan terdapat dua nilai RPN tertinggi seperti mesin jahit sering mengalami error dengan nilai 378 dan disusul konsentrasi pekerja menurun dalam menjahit bagian-bagian produk dengan nilai 343. Dan juga terdapat nilai RPN terendah dari proses perakitan atau penyatuan bagaian tas dengan potensi penyebab kegagalan menurunnya konsentrasi pekerja dalam melihat pola yang sudah ditentukan dengan nilai RPN 162.
Usulan Perbaikan
Penelitian ini mencegah terjadinya cacat produk tas menggunakan metode FMEA didapatkan usulan perbaikan kualitas di exotic di UKM Intako sebagai berikut :
- Pada proses penjahitan menjadi proses penyebab tertinggi kecacatan produk, maka dari itu disarankan agar pemilik UKM melakukan maintenance rutin terhadap mesin jahit. Bisa memanggil jasa service mesin jahit sehingga performa mesin jahit tidak menurun dan mengganggu proses produksi.
- Pemilik UKM perlu memberikan sebuah training atau pelatihan kepada para pekerja yang baru tentang standar penggunaan alat potong yang benar dan juga proses pengeleman bagian – bagian tas yang benar dan rapi sehingga tidak timbul kesalahan dalam pemotongan bahan dan juga pengelaman yang tidak merata.
- Perlunya melakukan pengawasan secara berkala dan mengajarkan sikap disiplin, teliti, dan tanggung jawab terhadap setiap pekerjaan, agar tidak terjadi pekerja yang ceroboh dan kurang teliti dalam melakukan pekerjaannya.
Demikianlah ulasan mengenai apa itu analisis FMEA dan contoh studi kasus penerapan FMEA. FMEA dikatakan berhasil, jika tim FMEA berhasil dalam mengidentifikasi
semua potensi kegagalan dan melakukan tindakan untuk menghilangkan atau
mengurangi risiko dari kegagalan tersebut. Namun banyak tim FMEA yang
menerapkan FMEA baru sebatas kelengkapan dokumen. Sehingga FMEA belum
berfungsi secara optimal.
0 komentar
Post a Comment