Jumlah stok yang terus bertambah, sementara ruang penyimpanan gudang semakin sempit, mengharuskan petugas gudang memahami cara pengelolaan stok atau inventaris yang baik.
Salah satu faktor yang memengaruhi hal ini adalah volume penjualan, yang berhubungan langsung dengan jumlah stok yang tersedia. Ketika permintaan tinggi, kebutuhan stok yang harus disiapkan pun semakin besar.
Namun, menyimpan stok dalam jumlah besar juga memerlukan biaya yang tidak sedikit, seperti biaya gudang, asuransi, serta risiko barang menjadi usang atau rusak.
Oleh karena itu, perusahaan harus menemukan keseimbangan yang tepat dalam mengelola persediaannya. Salah satu cara untuk memastikan efisiensi dalam pengelolaan stok adalah dengan menghitung average inventory atau rata-rata persediaan.
Dengan mengetahui average inventory ini, perusahaan dapat menghindari risiko kehabisan stok (understocking) yang dapat menyebabkan hilangnya pelanggan serta mencegah penumpukan persediaan berlebih (overstocking) yang bisa meningkatkan biaya operasional.
Melalui strategi average inventory, perusahaan dapat lebih mudah dalam merencanakan pembelian, produksi, dan pengiriman barang secara lebih optimal. Hal ini tidak hanya berdampak pada efisiensi manajemen persediaan, tetapi juga berkontribusi pada pengelolaan arus kas yang lebih baik.
Apa Itu Average Inventory?
Average inventory adalah perhitungan nilai rata-rata yang bertujuan untuk memperkirakan jumlah persediaan barang yang dimiliki oleh perusahaan dalam periode tertentu. Perhitungan ini biasanya dilakukan dalam satu tahun atau satu siklus operasional.
Konsep ini digunakan untuk mengukur tingkat persediaan yang biasanya dimiliki oleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
Manfaat Average Inventory dalam Manajemen Persediaan
Perhitungan average inventory sangat bermanfaat dalam membantu perusahaan menentukan jumlah ideal stok yang diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan tanpa menyebabkan kelebihan atau kekurangan stok.
Beberapa manfaatnya antara lain:
1. Mencegah Understocking dan Overstocking
Jika stok terlalu sedikit (understocking), perusahaan berisiko kehilangan pelanggan karena tidak dapat memenuhi permintaan.
Jika stok terlalu banyak (overstocking), biaya penyimpanan meningkat dan barang bisa menjadi usang atau rusak.
2. Memudahkan Perencanaan Pengadaan Barang
Dengan mengetahui jumlah rata-rata stok yang tersedia, perusahaan dapat membuat strategi pengadaan barang yang lebih efisien.
3. Mengoptimalkan Ruang Penyimpanan
Perhitungan average inventory membantu menghindari pemborosan ruang gudang akibat stok yang berlebihan.
Dengan kata lain, menghitung average inventory secara berkala dapat membantu perusahaan dalam mengelola biaya operasional, meningkatkan efisiensi penyimpanan, serta menjaga kepuasan pelanggan.
Rumus dan Contoh Perhitungan Average Inventory
Pengelolaan persediaan yang baik membutuhkan metode perhitungan yang akurat agar perusahaan dapat mengoptimalkan jumlah stok yang tersedia.
Secara umum, perhitungan average inventory dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
Di mana:
- Persediaan Awal = jumlah stok barang pada awal periode
- Persediaan Akhir = jumlah stok barang pada akhir periode
Jika perusahaan ingin mengetahui rata-rata persediaan dalam beberapa periode, misalnya dalam satu kuartal atau satu tahun, maka rumusnya dapat dikembangkan menjadi:
Agar lebih memahami penerapan rumus ini, mari kita lihat contoh berikut:
Contoh 1: Perhitungan Average Inventory Bulanan
Sebuah toko pakaian memiliki persediaan sebagai berikut:
- Persediaan awal bulan Januari: 800 unit
- Persediaan akhir bulan Januari: 275 unit
Maka, perhitungan average inventory bulan Januari adalah:
Contoh 2: Perhitungan Average Inventory dalam Satu Kuartal
Seorang pemilik bisnis ingin mengetahui rata-rata persediaan dalam satu kuartal pertama. Berikut data yang tersedia:
- Bulan 1: Average Inventory = 537,5 unit
- Bulan 2: Average Inventory = 795 unit
- Bulan 3: Average Inventory = 459 unit
Maka, perhitungan average inventory dalam satu kuartal adalah:
Dampak Average Inventory terhadap Cash Flow
1. Biaya Penyimpanan dan Efisiensi Operasional
Semakin besar jumlah stok yang dimiliki, semakin tinggi pula biaya penyimpanan yang harus dikeluarkan perusahaan.
Biaya ini mencakup:
- Biaya sewa gudang
- Asuransi persediaan
- Risiko barang rusak atau usang
- Biaya keamanan dan pemeliharaan stok
Jika perusahaan menyimpan terlalu banyak barang (overstocking), dana yang seharusnya bisa dialokasikan untuk ekspansi bisnis malah terserap dalam persediaan yang tidak segera terjual. Sebaliknya, jika stok terlalu sedikit (understocking), perusahaan berisiko kehilangan pelanggan akibat keterlambatan pemenuhan permintaan.
Dengan menghitung average inventory, perusahaan dapat menyeimbangkan jumlah persediaan agar tidak terjadi pemborosan atau kekurangan stok, sehingga cash flow tetap optimal.
2. Pengaruh Average Inventory terhadap Perputaran Kas
Perusahaan yang memiliki perputaran persediaan yang tinggi akan memiliki cash flow yang lebih baik karena modal tidak tertahan terlalu lama dalam bentuk stok.
Salah satu cara untuk mengukur seberapa cepat stok berubah menjadi kas adalah dengan menghitung Days Inventory Outstanding (DIO), menggunakan rumus berikut:
- DIO yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan dapat menjual barang dengan cepat, sehingga dana dari penjualan dapat segera digunakan untuk operasional atau investasi.
- DIO yang tinggi menandakan bahwa persediaan bergerak lambat, yang dapat menyebabkan stagnasi dalam arus kas.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan memiliki average inventory sebesar Rp500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp5 miliar, maka DIO-nya adalah:
Ini berarti, rata-rata barang tersimpan selama 36,5 hari sebelum terjual dan menghasilkan kas. Jika angka ini terlalu tinggi, perusahaan perlu mengevaluasi strategi inventarisnya untuk mempercepat perputaran stok.
Baca juga: Memahami Days Sales of Inventory (DSI) Untuk Efisiensi Manajemen Persediaan
3. Strategi Meningkatkan Cash Flow dengan Average Inventory
Untuk mengoptimalkan cash flow, perusahaan dapat menerapkan strategi berikut:
- Meningkatkan Perputaran Stok → Mengurangi jumlah persediaan yang kurang laku dan fokus pada produk dengan tingkat penjualan tinggi.
- Menyesuaikan Persediaan dengan Permintaan → Menggunakan data penjualan sebelumnya untuk memperkirakan permintaan di masa depan.
- Menerapkan Just-in-Time (JIT) Inventory → Mengurangi jumlah stok yang tersimpan di gudang dengan hanya menyimpan barang sesuai kebutuhan.
- Menerapkan Days Inventory Outstanding (DIO) Monitoring → Memastikan stok dapat segera terjual dalam waktu yang lebih singkat.
Cara Memperbaiki Kinerja Average Inventory
Sebagai salah satu metode untuk mendukung kelancaran operasional, memperbaiki kinerja average inventory sudah menjadi sebuah keharusan.
Berikut ini adalah beberapa langkah strategis untuk memperbaiki kinerja average inventory.
1. Menerapkan ABC Analysis
ABC Analysis adalah metode yang digunakan untuk mengklasifikasikan barang-barang dalam inventaris berdasarkan nilai dan frekuensi peredarannya. Biasanya, barang dibagi menjadi tiga kategori:
- A (Barang dengan nilai tinggi): Memerlukan perhatian lebih dan pengelolaan yang lebih ketat, karena memiliki dampak besar terhadap pendapatan dan biaya.
- B (Barang dengan nilai sedang): Memerlukan pengelolaan yang lebih fleksibel.
- C (Barang dengan nilai rendah): Biasanya dapat dikelola dengan cara yang lebih sederhana.
Dengan menerapkan ABC analysis, perusahaan dapat memprioritaskan pengelolaan barang-barang yang lebih bernilai tinggi (kategori A), dan memastikan stoknya tetap optimal sesuai permintaan pasar.
Hal ini juga membantu dalam pengambilan keputusan terkait pembelian dan pengeluaran untuk barang tertentu.
2. Menerapkan Strategi Minimum Order Quantity (MOQ)
Minimum Order Quantity (MOQ) adalah jumlah minimum barang yang harus dipesan agar transaksi atau pengadaan dapat diproses. Strategi ini sangat efektif untuk mengelola pesanan pelanggan, terutama dalam bisnis yang melayani pelanggan dengan pembelian dalam jumlah kecil namun sering.
Dengan menggunakan MOQ, perusahaan dapat menghindari overstocking dan understocking, karena pengadaan barang dilakukan berdasarkan prediksi permintaan pasar yang lebih akurat. Strategi ini membantu menjaga agar stok tidak berlebihan sekaligus memastikan permintaan pelanggan tetap dapat dipenuhi.
3. Meningkatkan Akurasi Demand Forecasting
Demand forecasting atau peramalan permintaan adalah proses untuk memprediksi permintaan pasar di masa depan berdasarkan data historis. Peningkatan akurasi dalam peramalan permintaan sangat berpengaruh terhadap pengelolaan inventaris.
Dengan menggunakan data penjualan dari periode sebelumnya, perusahaan dapat lebih mudah memperkirakan jumlah stok yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan tanpa menimbulkan pemborosan.
Teknik-teknik seperti analisis tren musiman, penggunaan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan (AI), atau sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dapat meningkatkan akurasi demand forecasting.
4. Menerapkan Perhitungan Inventaris Secara Berkala
Lakukan perhitungan inventaris secara berkala atau stock opname adalah cara lain untuk memperbaiki kinerja average inventory. Dengan melakukan pengecekan rutin terhadap stok yang ada, perusahaan dapat memastikan bahwa data inventaris yang tercatat sesuai dengan kondisi fisik persediaan yang ada.
Perhitungan inventaris yang akurat juga membantu dalam mengidentifikasi adanya barang yang sudah usang, rusak, atau tidak lagi terjual. Dengan demikian, perusahaan dapat segera melakukan tindakan yang diperlukan, seperti memberlakukan diskon atau membuang barang yang tidak layak jual.
5. Menunjang Pekerjaan dengan Sistem Manajemen SCM
Untuk mempermudah pengelolaan inventaris dan supply chain secara keseluruhan, perusahaan dapat menggunakan sistem manajemen Supply Chain Management (SCM) berbasis perangkat lunak.
Dengan sistem SCM, perusahaan dapat mengelola alur barang dan persediaan dengan lebih efisien, memantau level stok secara real-time, serta merencanakan pengadaan barang lebih baik.
Sistem SCM dapat memberikan informasi yang lebih cepat dan akurat mengenai status persediaan, sehingga pengambilan keputusan bisa lebih tepat waktu dan berdasarkan data yang valid. Selain itu, sistem ini juga dapat meminimalkan kesalahan manusia dalam pengelolaan stok.
6. Menggunakan Just-in-Time (JIT) Inventory System
Salah satu metode yang efektif untuk mengelola stok adalah dengan menggunakan sistem Just-in-Time (JIT). Dengan sistem ini, perusahaan hanya akan membeli dan menyimpan barang yang benar-benar diperlukan pada waktu tertentu, sesuai dengan kebutuhan produksi atau penjualan. Hal ini membantu menghindari overstocking dan mengurangi biaya penyimpanan.
Namun, untuk menerapkan JIT dengan baik, perusahaan harus memiliki sistem supply chain yang kuat dan pemasok yang dapat diandalkan untuk memastikan ketersediaan barang tepat waktu.
Kesimpulan
Average inventory atau rata-rata persediaan merupakan metrik penting dalam manajemen inventaris yang berfungsi untuk mengukur jumlah stok yang tersedia dalam suatu periode tertentu. Dengan memahami dan menghitung average inventory secara berkala, perusahaan dapat mengoptimalkan jumlah persediaan, mengurangi risiko overstocking maupun understocking, serta meningkatkan efisiensi dalam supply chain management.
Untuk meningkatkan kinerja average inventory, perusahaan dapat menerapkan berbagai strategi seperti ABC Analysis, Minimum Order Quantity (MOQ), Demand Forecasting, Just-in-Time (JIT) Inventory, serta penggunaan sistem Supply Chain Management (SCM). Dengan kombinasi metode yang tepat, perusahaan dapat memastikan pengelolaan stok yang lebih akurat, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan profitabilitas.
Secara keseluruhan, pengelolaan average inventory yang baik tidak hanya membantu mengontrol stok dan biaya operasional, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan bisnis yang lebih stabil dan berkelanjutan. Dengan pemantauan dan strategi yang tepat, perusahaan dapat mencapai keseimbangan ideal antara ketersediaan barang dan efisiensi keuangan.
0 komentar
Post a Comment