2019-08-28

Syarat Sah Perjanjian/Kontrak (Syarat Sah Umum dan Khusus)

Author -  Lubis Muzaki

Sebuah perjanjian/kontrak akan melahirkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang terlibat di dalam perjanjian. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntutnya di muka hukum asalkan dokumen perjanjian/kontrak tersebut memenuhi syarat sahnya di mata hukum.

Lalu, apa saja sih syarat-syarat sah sebuah perjanjian/kontrak? Baca selengakapnya penjelasan di bawah ini.


Masyarakat atau sebuah organisasi bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan syarat-syaratnya, pelaksanaannya dan jenis kontrak yang akan dipakai. Disamping itu, masyarakat diperkenankan untuk membuat kontrak baik yang telah dikenal dalam KUH Perdata maupun di luar KUH Perdata.

Apabila sebuah hubungan kontraktual tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka perbuatan pihak tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan tindakan penipuan, wanprestasi atau ingkar janji.

Syarat Sah Perjanjian/Kontrak


Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian/kontrak adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Berikut di bawah ini akan dijelaskan mengenai syarat-syarat sah perjanjian/kontrak termasuk syarat sah umum dan khusus dari berbagai sudut pandang aturan yang berlaku.

Terdapat dua kategori sebuah perjanjian atau kontrak bisa dikatakan sah, yaitu syarat sah subyektif dan syarat sah objektif. Berikut ini penjelasannya:

Syarat sah subyekif yang harus ada dalam Perjanjian/Kontrak berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

Syarat sah subyektif artinya syarat tersebut berkenaan dengan para pelaku kontrak (pihak yang melakukan perjanjian). Jika tidak terpenuhinya salah satu dari syarat sah subyektif ini, maka kontrak tersebut dapat “dapat dibatalkan” atau “dimintakan batal” oleh salah satu pihak yang berkepentingan. Namun, apabila tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan, maka kontrak tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti halnya suatu kontrak yang sah.

1. Adanya kesepakatan kehendak dari para pihak (Consensus, Agreement)

Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap sah oleh hukum, para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. Terdapat teori yang menyebutkan kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut.
  • Paksaan
  • Penipuan
  • Kekhilafan
  • Penyalahgunaan keadaan
Hal tersebut sejalan dengan Pasal 1321 KUH Perdata yang menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

2. Wenang/Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)

Syarat sah subjektif yang satu ini maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang di mata hukum memiliki wewenang untuk membuat perjanjian/kontrak.

Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Lebih jelasnya Pasa 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah sebagai berikut:
  • Orang-orang yang belum dewasa sesuai dengan peraturan perundangan-undangan terbaru mengenai definisi orang dewasa;
  • Individu yang berada dibawah pengampuan;
  • Wanita yang bersuami. Namun, ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang di dalam pasal 31 Undang-Undang tersebut menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
    Syarat sah yang objektif yang harus terkandung di dalam Perjanjian/Kontrak berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata

    Syarat sah objektif maksudnya adalah syarat tersebut berkenaan dengan perihal/isi perjanjian. Apabila tidak terpenuhinya salah satu syarat sah objektif ini, maka perjanjian/kontrak yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak perjanjian/kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal di mata hukum.

    3.  Objek/Perihal tertentu

    Syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu perjanian/kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Peraturan tersebut terdapat dalam Pasal 1332 dan Pasal 1333 KUH Perdata.

    Pasal 1332 KUH Perdata menyebutkan bahwa:
    “Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
    Sedangkan Pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa

    “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya
    Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan/dihitung”

    4.  Kausa yang diperbolehkan/halal/legal

    Suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud/alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Hal ini sejalan dengan Pasal 1337 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa isi dari sebuah perjanjian agar dianggap sah oleh hukum haruslah tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan/ketertiban umum.

    Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.
    Atau ada pula agar suatu kontrak dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi beberapa persyaratan yuridis tertentu misalkan syarat sah umum dan syarat sah khusus. Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah, yaitu sebagai berikut:

    1.  Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
    • Adanya kesepakatan dan kehendak
    • Wenang berbuat
    2. Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
    • Objek/Perihal tertentu
    • Kausa yang diperbolehkan/dihalalkan/dilegalkan
    3.  Syarat sah yang umum
    • Kontrak harus dilakukan dengan i’tikad baik
    • Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
    • Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
    • Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
    4.  Syarat sah yang khusus
    • Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
    • Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
    • Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
    • Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu
    Demikianlah ulasan mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian/kontrak. Syarat-syarat tersebut bukanlah suatu yang sulit, kan? Pastikan perjanjian/kontrak yang kamu buat adalah sebuah perjanjian berbentuk tertulis, karena hal ini akan memiliki kekuatan di mata hukum.

    1 komentar:

    1. Tulisan diatas sangat membantu, untuk judul buku diatas apa ya ? krn sangat membantu bg saya untuk tahu judul bukunya, terima kasih

      ReplyDelete