2025-10-01

Panduan Lengkap Prosedur Impor Barang Lartas agar Aman dan Legal

Author -  Lubis Muzaki



Perdagangan internasional memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui kegiatan ekspor dan impor, masyarakat dan pelaku usaha dapat memperoleh berbagai barang, bahan baku, maupun produk yang tidak tersedia atau terbatas di dalam negeri. Namun demikian, tidak semua barang dapat diperdagangkan secara bebas.

Pemerintah Indonesia menetapkan sejumlah ketentuan mengenai Barang Larangan dan Pembatasan (Lartas), yaitu barang-barang yang perdagangannya dilarang atau dibatasi, baik untuk masuk maupun keluar dari wilayah pabean. Pengaturan ini dibuat karena beberapa barang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap keamanan, kesehatan, lingkungan, maupun kepentingan ekonomi dalam negeri jika tidak diawasi secara ketat.

Oleh karena itu, impor maupun ekspor barang yang termasuk kategori Lartas wajib memenuhi perizinan khusus dari instansi berwenang. Tanpa dokumen dan prosedur yang sah, barang tersebut dapat ditahan, bahkan berujung pada sanksi hukum bagi importir atau eksportir. Dengan kata lain, aturan mengenai Lartas tidak hanya menjadi instrumen pengawasan perdagangan, tetapi juga bagian dari upaya menjaga kepentingan nasional secara menyeluruh.


Definisi dan Tujuan Lartas


Barang Larangan dan Pembatasan (Lartas) adalah istilah yang digunakan untuk menyebut jenis barang yang perdagangannya dibatasi atau dilarang oleh pemerintah, baik untuk tujuan impor maupun ekspor. Dalam praktik perdagangan internasional, tidak semua barang dapat keluar atau masuk secara bebas ke wilayah pabean Indonesia. Beberapa jenis barang memerlukan izin khusus dari instansi teknis, sementara sebagian lainnya sama sekali tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan lintas negara.

Istilah Lartas sendiri merupakan singkatan dari “Larangan dan Pembatasan”. Barang yang disebut “terkena lartas” berarti barang tersebut tidak bisa diperdagangkan secara bebas dan wajib dilengkapi izin atau persyaratan tertentu agar proses ekspor maupun impornya sah secara hukum.

Penetapan aturan mengenai barang Lartas memiliki tujuan yang strategis. Beberapa di antaranya adalah:


1. Melindungi kepentingan umum, keamanan, dan keselamatan nasional

Barang-barang tertentu dapat menimbulkan ancaman bagi stabilitas negara jika masuk tanpa pengawasan, misalnya senjata api, bahan peledak, atau zat berbahaya.

2. Menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat

Produk makanan, obat-obatan, kosmetik, atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dapat membahayakan konsumen. Karena itu, pengawasan impor atas barang-barang tersebut sangat penting.

3. Mencegah kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem

Barang seperti limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), kayu hasil pembalakan ilegal, maupun bahan perusak ozon hanya dapat diperdagangkan dengan syarat tertentu, bahkan sebagian dilarang sama sekali.

4. Melindungi industri dalam negeri dan kepentingan ekonomi nasional

Impor barang tertentu dapat menekan daya saing produk lokal. Pembatasan atas barang Lartas menjadi salah satu instrumen untuk melindungi industri nasional dari kerugian yang tidak semestinya.

5. Memenuhi kewajiban internasional

Indonesia sebagai anggota komunitas global terikat pada sejumlah perjanjian internasional, misalnya Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yang mengatur perdagangan spesies flora dan fauna tertentu.


Kategori Barang Lartas


Pemerintah melalui kementerian dan lembaga teknis masing-masing menetapkan daftar barang yang dilarang maupun dibatasi perdagangannya. Secara garis besar, kategori barang Lartas dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok berikut:

1. Barang yang Berdampak pada Keamanan dan Ketertiban

Barang-barang yang berhubungan dengan keamanan negara, seperti senjata api, amunisi, dan bahan peledak, hanya dapat diimpor atau diekspor oleh pihak tertentu yang mendapat izin resmi dari Kementerian Pertahanan atau kepolisian. 

Selain itu, terdapat pula barang berteknologi tinggi yang bersifat strategis, misalnya perangkat militer dan komponen tertentu, yang termasuk dalam kategori ini karena berpotensi disalahgunakan jika tidak diawasi ketat.

2. Barang yang Berhubungan dengan Kesehatan dan Keselamatan Masyarakat

Kategori ini mencakup obat-obatan, vaksin, dan bahan baku farmasi yang wajib mendapatkan persetujuan dari BPOM sebelum dapat diedarkan. 

Demikian pula dengan alat kesehatan tertentu yang memerlukan izin edar dan registrasi resmi. Makanan, minuman, serta produk kosmetik juga termasuk ke dalam kelompok ini karena wajib memenuhi standar keamanan pangan dan uji mutu demi melindungi masyarakat sebagai konsumen akhir.


3. Barang yang Berisiko terhadap Lingkungan Hidup

Barang-barang yang berpotensi merusak lingkungan memiliki aturan yang sangat ketat. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), misalnya, sebagian besar dilarang masuk ke wilayah Indonesia. 

Produk kayu dari hasil pembalakan liar (illegal logging) hanya dapat diperdagangkan jika memiliki dokumen legalitas kayu (SVLK) yang sah. Selain itu, bahan perusak ozon seperti CFC juga dibatasi penggunaannya sesuai dengan komitmen internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.


4. Barang yang Dilindungi karena Bernilai Ekonomi atau Budaya

Satwa dan tumbuhan yang dilindungi, baik dalam keadaan hidup maupun berupa produk turunannya, hanya dapat diperdagangkan dengan izin khusus sesuai konvensi CITES. 

Barang-barang yang memiliki nilai historis dan budaya seperti artefak, cagar budaya, dan benda antik juga termasuk dalam kategori Lartas ekspor, karena dianggap sebagai warisan bangsa yang harus dijaga dari risiko hilang atau berpindah ke luar negeri.


5. Barang yang Terkait dengan Kebijakan Ekonomi Nasional

Kategori terakhir adalah barang-barang yang pengaturannya ditujukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri. Komoditas strategis seperti beras, gula, garam, dan tekstil diawasi ketat perdagangannya guna memastikan ketersediaan dan kestabilan harga bagi masyarakat. 

Produk industri tertentu juga dibatasi impor maupun ekspornya agar tidak mengganggu daya saing produsen lokal dan mendukung kebijakan pembangunan ekonomi nasional.


Prosedur Impor Barang Lartas

Impor barang yang termasuk kategori Larangan dan Pembatasan (Lartas) wajib mengikuti prosedur khusus agar sah secara hukum. Proses ini melibatkan berbagai tahapan, mulai dari persiapan sebelum impor, pengeluaran barang di pelabuhan, hingga penanganan khusus jika izin tidak terpenuhi.

A. Sebelum Impor

Sebelum barang tiba di Indonesia, importir perlu melalui sejumlah persiapan administratif dan teknis. Tahapan ini bertujuan memastikan barang yang akan diimpor sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta tidak menimbulkan hambatan saat memasuki kawasan pabean. 

Persiapan dimulai dari penentuan klasifikasi barang hingga penyusunan dokumen yang menjadi dasar pengajuan impor. Alur yang biasanya ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Barang melalui HS Code

Setiap barang memiliki kode HS (Harmonized System Code) yang digunakan untuk menentukan klasifikasi dan ketentuan impor. Langkah awal importir adalah memastikan HS Code barang yang akan diimpor.

2. Cek Ketentuan Lartas di INSW/INTR

Importir dapat memanfaatkan sistem Indonesia National Single Window (INSW), khususnya fitur Indonesia National Trade Repository (INTR) di https://insw.go.id/intr, untuk mengetahui apakah barang tersebut termasuk Lartas serta izin apa saja yang diperlukan.

3. Urus Izin Teknis

Jika barang termasuk Lartas, importir wajib memperoleh izin teknis dari kementerian atau lembaga terkait. Bentuk izin ini dapat berupa:

  • Surat Persetujuan Impor (SPI)
  • Sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI)
  • Sertifikat Fitosanitari atau Karantina
  • Dokumen teknis lainnya sesuai jenis barang

4. Susun Dokumen Impor


Importir perlu menyiapkan kelengkapan dokumen seperti:

  • Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
  • Invoice
  • Packing list
  • Air Waybill (AWB) atau Bill of Lading (B/L)
  • Laporan surveyor (jika diwajibkan)


B. Saat Pengeluaran Barang


Setelah barang tiba di pelabuhan atau bandara, proses belum berhenti. Importir harus melalui beberapa tahapan administratif dan kepabeanan agar barang bisa resmi masuk ke peredaran domestik.

Pada tahap ini, seluruh dokumen yang sudah dipersiapkan sebelumnya akan diperiksa, kewajiban fiskal diselesaikan, dan izin teknis diverifikasi oleh Bea Cukai. Alur yang dilalui dapat dijabarkan sebagai berikut:


1. Pengajuan PIB melalui INSW


Importir mengajukan PIB secara elektronik melalui sistem INSW dengan melampirkan seluruh dokumen, termasuk izin teknis yang relevan.

2. Verifikasi Dokumen dan Pemeriksaan Fisik oleh Bea Cukai


Bea Cukai melakukan verifikasi atas PIB dan dokumen pendukung, khususnya izin Lartas. Jika dianggap perlu, dilakukan juga pemeriksaan fisik barang untuk memastikan kesesuaian antara deklarasi dan barang yang diimpor.

3. Pelunasan Bea Masuk dan Pajak Impor


Importir wajib membayar kewajiban fiskal, mencakup bea masuk, PPN impor, serta pajak lain sesuai ketentuan yang berlaku.


4. Penerbitan SPPB dan Pelepasan Barang


Jika dokumen lengkap dan kewajiban fiskal sudah diselesaikan, Bea Cukai menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Dengan dokumen ini, barang resmi dapat dikeluarkan dari kawasan pabean.

C. Penanganan Khusus

Jika izin Lartas tidak terpenuhi atau ditemukan pelanggaran, maka barang tidak dapat dilepas begitu saja. Penanganan dapat berupa:

  • Re-ekspor, yaitu mengirim kembali barang ke negara asal.

  • Pemasukan ke mekanisme BTD (Barang Tidak Dikuasai).

  • Pemasukan ke mekanisme BDN (Barang Dikuasai Negara) atau BMN (Barang Milik Negara).

  • Pemusnahan barang, khususnya bila barang berpotensi membahayakan keamanan, kesehatan, atau lingkungan.


Sanksi atas Pelanggaran Impor Lartas


Dalam praktiknya, terdapat sejumlah perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran impor barang Lartas. Salah satunya adalah deklarasi palsu, yaitu memberikan keterangan tidak benar dalam dokumen impor sehingga barang seolah-olah tampak sah. 

Selain itu, penyelundupan juga termasuk tindak pelanggaran, yakni memasukkan barang ke wilayah Indonesia tanpa melalui jalur kepabeanan yang resmi. Tindakan lain yang kerap terjadi adalah pembongkaran barang di luar kawasan pabean tanpa izin dari pejabat berwenang, serta penyembunyian barang, baik di dalam negeri maupun di kawasan pabean, dengan tujuan menghindari pemeriksaan aparat. 

Seluruh tindakan/pelanggaran ini dianggap serius karena berpotensi merugikan negara sekaligus mengancam aspek keamanan, kesehatan, maupun lingkungan. Merujuk pada Pasal 102 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan impor barang Lartas dapat dijatuhi hukuman pidana. Sanksi yang dapat dikenakan meliputi:

  • Pidana Penjara – paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
  • Pidana Denda – paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


Di luar ancaman pidana, importir yang melanggar aturan Lartas juga menghadapi implikasi praktis yang dapat merugikan bisnis. Barang yang diimpor berpotensi disita atau dimusnahkan, sehingga menimbulkan kerugian materiil. Reputasi perusahaan juga bisa tercoreng di mata publik maupun mitra dagang, sehingga berdampak pada kepercayaan bisnis. 

Selain itu, importir yang pernah melanggar aturan dapat menghadapi kesulitan dalam memperoleh izin usaha atau perizinan teknis di kemudian hari, karena catatan pelanggaran menjadi pertimbangan bagi otoritas.


PLB sebagai Solusi Barang Lartas

Menghadapi ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan (Lartas), pelaku usaha sering kali dihadapkan pada dilema: barang sudah tiba di Indonesia, tetapi izin teknis dari instansi terkait belum selesai diproses. Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah menyediakan skema Pusat Logistik Berikat (PLB) sebagai solusi alternatif.

Melalui PLB, barang impor — termasuk yang masuk kategori Lartas — dapat disimpan terlebih dahulu di gudang berikat tanpa langsung dikeluarkan ke pasar. Dengan demikian, importir memiliki waktu untuk melengkapi dokumen izin teknis sebelum barang beredar di dalam negeri.

Adapun keuntungan menggunakan PLB adalah sebagai berikut.

1. Penangguhan Bea Masuk dan Pajak Impor

Selama barang berada di PLB, kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak impor ditangguhkan hingga barang dikeluarkan untuk didistribusikan.

2. Efisiensi Biaya Logistik

Importir tidak perlu menanggung biaya penyimpanan tinggi di pelabuhan atau gudang sementara. PLB menawarkan tarif lebih kompetitif untuk jangka panjang.

3. Fleksibilitas Re-ekspor

Barang yang disimpan di PLB dapat dengan mudah diekspor kembali ke luar negeri jika ternyata tidak memenuhi izin teknis untuk dipasarkan di Indonesia.

4. Masa Penyimpanan Panjang

PLB memungkinkan barang disimpan hingga 3 tahun, lebih lama dibanding gudang penimbunan biasa. Hal ini memberi waktu cukup bagi importir untuk mengurus perizinan atau mencari pasar tujuan.

Meskipun PLB menawarkan fleksibilitas, barang Lartas tetap tidak bisa didistribusikan ke pasar domestik sebelum izin teknis diterbitkan. Dengan kata lain, PLB hanya berfungsi sebagai fasilitas penyimpanan sementara, bukan jalan pintas untuk menghindari regulasi.


Impor barang Larangan dan Pembatasan (Lartas) merupakan isu penting yang tidak bisa dianggap remeh oleh para pelaku usaha. Ketentuan ini hadir bukan sekadar sebagai aturan administratif, tetapi sebagai instrumen hukum untuk melindungi kepentingan nasional, mulai dari aspek keamanan, kesehatan masyarakat, lingkungan, hingga stabilitas ekonomi.

0 komentar

Post a Comment