2025-10-10

ATA Carnet, Paspornya Barang: Mekanisme, Prosedur, dan Ketentuan Hukumnya

Author -  Lubis Muzaki



Prosedur ekspor dan impor sementara sering kali menjadi beban tersendiri bagi pelaku usaha. Setiap kali barang dikirim ke luar negeri atau masuk kembali ke Indonesia, pengusaha harus berhadapan dengan serangkaian dokumen kepabeanan, pemeriksaan fisik, hingga kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak yang dapat menambah biaya operasional. Padahal, banyak dari barang tersebut tidak untuk dijual, melainkan hanya digunakan dalam jangka waktu terbatas — misalnya untuk pameran dagang, kegiatan promosi, atau pekerjaan profesional di negara lain.

Situasi ini kerap menimbulkan dua jenis kendala utama. Pertama, kompleksitas administrasi. Setiap negara memiliki peraturan kepabeanan yang berbeda, sehingga proses ekspor-impor sementara menjadi rumit dan berpotensi memakan waktu lama. Kedua, beban finansial, karena perusahaan tetap harus menyediakan jaminan atau membayar bea masuk meskipun barang akan dikembalikan dalam kondisi yang sama.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah mekanisme yang mampu menyederhanakan proses lintas batas tanpa mengabaikan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan. Solusi yang memungkinkan pelaku usaha membawa barang sementara keluar-masuk negara dengan lebih cepat, mudah, dan transparan. Dalam konteks inilah, ATA Carnet hadir sebagai instrumen yang dapat membantu bisnis menjalankan kegiatan internasional secara efisien dan terjamin secara hukum.


Apa Itu ATA Carnet?


ATA Carnet merupakan dokumen kepabeanan internasional yang dirancang untuk memfasilitasi pergerakan barang sementara lintas negara tanpa kewajiban membayar bea masuk dan pajak impor. Dokumen ini berfungsi sebagai paspor bagi barang, memungkinkan barang digunakan di luar negeri untuk keperluan tertentu—seperti pameran, pekerjaan profesional, atau proyek penelitian—dan kemudian dikembalikan ke negara asal dalam jangka waktu tertentu.

Secara hukum, penggunaan ATA Carnet di Indonesia diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.04/2014 tentang Impor Sementara dengan Menggunakan Carnet atau Ekspor yang Dimaksudkan untuk Diimpor Kembali dalam Jangka Waktu Tertentu dengan Menggunakan Carnet. Ketentuan ini merupakan implementasi dari Konvensi tentang Pemasukan Sementara (Convention on Temporary Admission) yang telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2014.

Melalui sistem ini, pelaku usaha tidak perlu lagi membuat deklarasi impor atau ekspor sementara di setiap negara tujuan. Sebagai gantinya, satu dokumen ATA Carnet sudah cukup untuk digunakan di lebih dari 80 negara anggota konvensi, termasuk negara-negara utama mitra dagang Indonesia. Setiap negara yang tergabung dalam sistem ini mengakui ATA Carnet sebagai dokumen pabean sah dan menjamin pembebasan sementara dari bea dan pajak, selama barang dikembalikan sesuai ketentuan.

Secara operasional, ATA Carnet diterbitkan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), yang bertindak sebagai lembaga penerbit (issuing body) sekaligus penjamin (guaranteeing body) nasional. KADIN berafiliasi dengan rantai jaminan internasional di bawah koordinasi International Chamber of Commerce (ICC) melalui jaringan World Chambers Federation (WCF). Sistem jaminan ini memastikan bahwa apabila terjadi pelanggaran atau keterlambatan pengembalian barang, kewajiban bea dan pajak tetap dapat ditanggung melalui mekanisme penjaminan.

Jenis Carnet yang umum digunakan ada dua: ATA Carnet dan CPD Carnet.

  • ATA Carnet digunakan untuk barang-barang umum, seperti peralatan profesional, barang pameran, atau keperluan pendidikan dan kebudayaan.
  • CPD Carnet (Carnet de Passages en Douane) digunakan khusus untuk sarana pengangkut, misalnya kendaraan bermotor yang digunakan dalam kegiatan sementara di luar negeri.


Selain memberikan efisiensi administratif, sistem ATA Carnet juga membawa kepastian hukum dan kemudahan logistik. Pelaku usaha tidak perlu lagi mengurus jaminan keuangan di setiap negara tujuan, serta terhindar dari risiko perbedaan prosedur antarotoritas bea cukai. Dengan masa berlaku hingga satu tahun dan fleksibilitas untuk beberapa kali masuk dan keluar, dokumen ini menjadi solusi yang andal bagi perusahaan yang aktif di kegiatan lintas batas sementara.

Prinsip dasar ATA Carnet adalah sementara—artinya barang harus diekspor kembali ke negara asal dalam jangka waktu tertentu, biasanya maksimal satu tahun sejak tanggal penerbitan. Barang yang bersifat habis pakai, sulit diidentifikasi, atau mengalami perubahan bentuk secara permanen tidak memenuhi syarat untuk menggunakan fasilitas ini.

Karena itu, pelaku usaha perlu memastikan sejak awal bahwa barang yang akan dibawa benar-benar termasuk dalam kategori “barang sementara”. Kesalahan dalam mendefinisikan tujuan penggunaan dapat menimbulkan konsekuensi administratif, termasuk penolakan penggunaan ATA Carnet oleh Bea Cukai negara tujuan atau kewajiban membayar bea masuk dan pajak secara penuh.


Baca juga: Keuntungan Dan Prosedur Cara Memproses Barang Impor Sementara

Kapan ATA Carnet Diperlukan?


Tidak semua kegiatan ekspor atau impor membutuhkan ATA Carnet. Dokumen ini dirancang khusus untuk skenario pergerakan barang sementara—yakni ketika suatu barang dibawa keluar atau masuk ke suatu negara tanpa niat untuk dijual atau dialihkan kepemilikannya. Dengan kata lain, barang tersebut akan digunakan sementara untuk tujuan tertentu, lalu dikembalikan ke negara asal dalam kondisi yang sama.


Bagi pelaku usaha, memahami konteks kapan ATA Carnet dapat digunakan sangat penting untuk menghindari kesalahan administrasi dan potensi beban fiskal. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) PMK 228/PMK.04/2014, impor sementara dengan menggunakan ATA Carnet dapat dilakukan untuk enam tujuan penggunaan utama berikut:


1. Pameran, pertunjukan, atau kegiatan sejenis

Barang yang digunakan untuk partisipasi dalam pameran dagang, pekan raya, atau kegiatan promosi di luar negeri. Misalnya, perusahaan Indonesia yang menampilkan produk teknologi dalam pameran industri di Singapura dapat membawa seluruh peralatan display menggunakan ATA Carnet tanpa membayar bea masuk di negara tujuan.


2. Peralatan profesional atau tenaga ahli

Barang yang digunakan oleh profesional untuk melaksanakan proyek atau pekerjaan sementara di luar negeri, seperti kamera produksi film, perangkat pemetaan, atau peralatan medis. Contohnya, tim arsitek yang mengerjakan proyek desain di luar negeri dapat membawa perlengkapan kerja tanpa mengurus izin impor terpisah di setiap negara.


3. Kegiatan pendidikan, ilmu pengetahuan, atau kebudayaan

Barang yang digunakan untuk konferensi akademik, penelitian lapangan, atau pertunjukan budaya. Sebagai contoh, lembaga pendidikan yang mengirimkan peralatan laboratorium untuk penelitian bersama di universitas luar negeri dapat memanfaatkan ATA Carnet.


4. Barang untuk keperluan pribadi wisatawan dan kegiatan olahraga

Termasuk perlengkapan pribadi seperti instrumen musik untuk tur konser atau peralatan olahraga untuk kompetisi internasional.


5. Tujuan kemanusiaan

Barang yang digunakan oleh lembaga kemanusiaan dalam kegiatan penanggulangan bencana, pelatihan, atau bantuan teknis di luar negeri.


6. Sarana pengangkut (dengan CPD Carnet)

Digunakan untuk kendaraan bermotor yang dipakai sementara di luar negeri, seperti mobil reli internasional atau kendaraan logistik dalam kegiatan pameran keliling.



Sebagai contohnya adalah:

  • Industri kreatif dan produksi media: Perusahaan film membawa kamera, pencahayaan, dan perangkat audio ke luar negeri untuk kegiatan syuting selama beberapa minggu. Setelah selesai, seluruh peralatan dikembalikan ke Indonesia tanpa dikenai pajak impor.
  • Teknologi dan teknik profesional: Penyedia jasa teknik membawa alat ukur, perangkat uji, atau prototipe ke lokasi proyek luar negeri, kemudian mengembalikannya setelah proyek selesai.
  • Kegiatan budaya dan pameran: Galeri seni yang mengirimkan lukisan untuk pameran internasional dapat menggunakan ATA Carnet untuk memastikan proses keluar-masuk barang berjalan cepat dan bebas bea.


Prosedur Mengajukan ATA Carnet di Indonesia


Mengajukan ATA Carnet bukanlah proses yang rumit, tetapi memerlukan ketelitian agar dokumen dan tujuan penggunaan barang sesuai dengan ketentuan kepabeanan. Di Indonesia, penerbitan ATA Carnet dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) sebagai lembaga penerbit dan penjamin nasional yang diakui oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Berikut tahapan yang perlu diketahui oleh pelaku usaha sebelum mengajukan ATA Carnet.


1. Menentukan Kelayakan Barang


Langkah pertama adalah memastikan bahwa barang yang akan dibawa memenuhi kriteria barang yang dapat menggunakan Carnet sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PMK 228/PMK.04/2014. Barang tersebut harus:

  • Tidak habis dipakai selama digunakan;
  • Mudah diidentifikasi, baik melalui nomor seri, label, atau deskripsi yang jelas; dan
  • Tidak mengalami perubahan bentuk secara hakiki, kecuali penyusutan wajar akibat pemakaian.

Selain itu, penting untuk menegaskan bahwa barang tidak akan dijual, dialihkan kepemilikannya, atau diubah fungsi penggunaannya di luar negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat membatalkan fasilitas bebas bea dan menimbulkan kewajiban pembayaran bea masuk serta denda administratif.


2. Menyiapkan Dokumen Pendukung


Sebelum mengajukan permohonan, pemohon perlu menyiapkan dokumen administratif dan teknis, antara lain:

  • Daftar barang (general list) berisi deskripsi rinci, jumlah, dan nilai barang;
  • Dokumen legalitas perusahaan atau organisasi, seperti akta pendirian atau surat keterangan usaha;
  • Surat keterangan tujuan penggunaan barang sementara, misalnya surat undangan pameran, kontrak kerja, atau dokumen proyek;
  • Data identitas pemohon dan penanggung jawab yang akan memegang ATA Carnet; dan
  • Dokumen pendukung lain yang mungkin diminta oleh KADIN sesuai jenis kegiatan.

Kelengkapan data sangat penting karena informasi ini akan menjadi dasar penerbitan Carnet dan diverifikasi oleh Bea Cukai saat barang keluar maupun masuk kembali ke Indonesia.


3. Mengajukan Permohonan ke KADIN


Permohonan ATA Carnet diajukan secara langsung ke KADIN Indonesia, baik melalui kantor pusat maupun kanal pelayanan yang ditunjuk. Pemohon akan diminta mengisi formulir aplikasi yang mencakup informasi mengenai:

  • Jenis kegiatan (pameran, pekerjaan profesional, penelitian, dll.);
  • Negara-negara tujuan yang akan dikunjungi;
  • Perkiraan lama penggunaan di luar negeri; dan
  • Rencana jadwal pengiriman serta pengembalian barang.

Setelah formulir diterima, KADIN akan melakukan verifikasi atas dokumen dan data yang diajukan. Jika memenuhi syarat, lembaga tersebut akan menerbitkan ATA Carnet sekaligus bertindak sebagai penjamin nasional terhadap kewajiban pabean yang mungkin timbul.

Biasanya, terdapat biaya penerbitan dan jaminan yang dibayarkan oleh pemohon, tergantung pada nilai barang dan kompleksitas kegiatan.

4. Pemeriksaan dan Persiapan Sebelum Penggunaan


Sebelum ATA Carnet digunakan, Bea Cukai berhak melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan kesesuaian antara daftar barang dan kondisi nyata. Pemohon sebaiknya memastikan bahwa:

  • Barang telah diberi label atau tanda pengenal yang jelas;
  • Kemasan memungkinkan pemeriksaan tanpa merusak isi; dan
  • Dokumen Carnet telah ditandatangani dan dilegalisasi sesuai ketentuan.

Langkah ini penting untuk menghindari kendala di titik keberangkatan atau saat pemeriksaan di negara tujuan.


5. Penggunaan ATA Carnet di Lapangan


Setiap kali barang keluar dari Indonesia atau masuk kembali, pemegang Carnet wajib menyerahkan dokumen tersebut ke Kantor Pabean untuk ditandasahkan (endorsed) oleh petugas Bea Cukai. Proses ini melibatkan:

  • Pemeriksaan dokumen dan fisik barang;
  • Penandatanganan dan pengesahan lembar utama (counterfoil) dan carik (voucher) ATA Carnet; serta
  • Penentuan jangka waktu ekspor kembali sesuai ketentuan Pasal 15 PMK 228/PMK.04/2014.

Dokumen yang telah ditandasahkan menjadi bukti sah bahwa barang telah melewati prosedur ekspor atau impor sementara yang benar.


6. Ekspor Kembali dan Penutupan Carnet


Setelah kegiatan selesai, barang harus dikembalikan ke Indonesia sebelum masa berlaku Carnet berakhir. Proses ekspor kembali juga dilakukan melalui Kantor Pabean dengan menyerahkan dokumen ATA Carnet untuk diverifikasi dan ditandasahkan ulang.

Setelah seluruh proses selesai, Carnet akan ditutup secara resmi, menandakan bahwa kewajiban pabean telah terpenuhi dan jaminan tidak lagi berlaku. Jika barang tidak dikembalikan tepat waktu, pemegang atau penjamin Carnet dapat dikenai sanksi administratif berupa denda atau pembayaran bea masuk sebagaimana diatur dalam Pasal 21–25 PMK 228/PMK.04/2014.



Ketentuan Penting Berdasarkan PMK 228/PMK.04/2014


Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.04/2014 menjadi dasar hukum penggunaan ATA Carnet maupun CPD Carnet di Indonesia.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan.


1. Masa Berlaku Carnet


Sesuai Pasal 8, masa berlaku ATA Carnet maupun CPD Carnet adalah paling lama 12 bulan sejak tanggal penerbitan. Namun, hanya CPD Carnet yang masa berlakunya dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu maksimal 12 bulan tambahan (Pasal 8 ayat (2)).

2. Pembebasan Bea Masuk dan Pajak


Salah satu manfaat utama dari sistem ini adalah pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Berdasarkan Pasal 2 ayat (4), barang impor sementara dengan ATA Carnet tidak dikenakan bea masuk, cukai, maupun pajak impor selama barang tersebut dikembalikan sesuai batas waktu yang ditentukan.

Namun, jika barang tidak dikembalikan atau dialihkan penggunaannya, maka pembebasan tersebut gugur dan pemegang Carnet wajib melunasi seluruh kewajiban pabean beserta dendanya.


3. Jangka Waktu Ekspor Kembali


Dalam Pasal 15, diatur jangka waktu yang diberikan untuk ekspor kembali barang:

  • 6 bulan untuk barang pameran atau pertunjukan;
  • 12 bulan untuk peralatan profesional, kegiatan pendidikan, kebudayaan, olahraga, atau kemanusiaan;
  • Untuk sarana pengangkut (CPD Carnet), ekspor kembali dilakukan segera setelah kegiatan selesai, atau paling lambat 6 bulan untuk penggunaan pribadi.

Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean, namun tidak boleh melebihi masa berlaku Carnet.


4. Penyelesaian Jika Barang Tidak Diekspor Kembali


Tidak semua kegiatan berjalan sesuai rencana. PMK 228/PMK.04/2014 memberikan beberapa opsi penyelesaian bagi barang yang tidak dapat diekspor kembali, antara lain (Pasal 18–20):

  • Impor untuk dipakai, dengan kewajiban melunasi bea masuk, pajak, dan denda 100% dari bea masuk yang seharusnya dibayar;
  • Pemusnahan di bawah pengawasan Bea Cukai, jika barang rusak parah karena kecelakaan atau keadaan memaksa (force majeure);
  • Pemindahan ke kawasan tertentu, seperti kawasan perdagangan bebas, gudang berikat (customs warehouse), atau prosedur transit pabean dengan tujuan ekspor.


5. Klaim dan Sanksi Administratif

Jika pemegang Carnet gagal menunjukkan bukti ekspor kembali setelah masa berlaku habis, Kantor Pabean berhak mengajukan klaim kepada penerbit dan penjamin nasional (Pasal 21 dan 23). Setelah klaim diajukan, penerbit dan penjamin nasional diberikan waktu untuk menyampaikan bukti: 6 bulan untuk ATA Carnet (Pasal 21 ayat (4)) dan 12 bulan untuk CPD Carnet (Pasal 23 ayat (4)).


Apabila bukti tidak disampaikan dalam batas waktu tersebut, penerbit dan penjamin wajib menyerahkan jaminan tunai sejumlah nilai klaim. Penyerahan jaminan ini memberikan perpanjangan waktu kedua untuk menyampaikan bukti (3 bulan untuk ATA Carnet dan 12 bulan untuk CPD Carnet).

Jika setelah perpanjangan waktu kedua ini bukti tetap tidak disampaikan, Kepala Kantor Pabean berwenang mencairkan jaminan tunai tersebut dengan menyetorkannya ke kas negara.

Terkait keterlambatan, Bea Cukai dapat mengenakan sanksi administratif berupa denda secara langsung, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (5) huruf a dan Pasal 15 ayat (6) & (8), atas keterlambatan realisasi ekspor kembali. Selain itu, berdasarkan Pasal 25, jika penerbit dan penjamin nasional tidak melunasi kewajiban keuangan mereka (seperti bea masuk dan denda yang telah ditetapkan), seluruh proses kepabeanan untuk Carnet yang mereka terbitkan selanjutnya tidak dapat dilayani oleh Bea Cukai.


6. Perubahan, Penggantian, dan Perpanjangan Carnet


PMK juga mengatur mekanisme administratif lain seperti:

  • Penggantian Carnet yang rusak atau hilang (Pasal 9–10);
  • Perubahan data dalam Carnet dengan persetujuan Bea Cukai (Pasal 11–12); dan
  • Perpanjangan waktu ekspor kembali jika kegiatan belum selesai (Pasal 15 ayat (3)).

Semua proses tersebut harus diajukan secara resmi melalui Kantor Pabean atau KADIN selaku penjamin nasional.



Meski prosesnya relatif sederhana, penggunaan Carnet tetap memerlukan ketelitian. Setiap tahap—mulai dari pengajuan, penggunaan, hingga pengembalian barang—harus sesuai dengan ketentuan PMK 228/PMK.04/2014. Kepatuhan terhadap aturan menjadi kunci agar manfaat fasilitas ini dapat dirasakan sepenuhnya.

Dengan memahami mekanismenya, pelaku usaha dapat menjalankan kegiatan internasional dengan lebih efisien dan terjamin secara hukum. Carnet membantu bisnis Indonesia bergerak lebih bebas, menghubungkan peluang global tanpa terbebani prosedur yang rumit.

0 komentar

Post a Comment