2022-03-11

Cross Sectional: Definisi, Contoh, Kelebihan, dan Perbedaannya dengan Case Control dan Cohort

Author -  Lubis Muzaki

Pernah dengar penelitian cross sectional? Penelitian cross sectional adalah penelitian yang menggunakan rancangan atau desain observasi dengan karakteristik tidak ada periode follow-up. Itu artinya, semua pengukuran dilakukan pada periode yang sama.

Umumnya penelitian cross-sectional dipilih ketika tujuan dari penelitian adalah mengukur semua variabel, baik dependen dan independen beserta pola distribusi. Apabila Anda ingin menggunakan penelitian jenis ini, pastikan membaca artikel ini sampai akhir, ya!



Pengertian Cross Sectional Adalah


Penelitian cross sectional merupakan penelitian yang bersifat observasional. Atas hal itu, penelitian ini disebut juga dengan penelitian deskriptif. Pada jenis penelitian ini, partisipan dipilih berdasarkan variabel tertentu. Studi ini melibatkan skala data dari populasi pada titik tertentu.

Ingat, studi ini tidak bersifat relasional atau kausal. Studi relasional sendiri berarti studi di mana peneliti tidak bisa menggunakan studi untuk mencari tahu penyebab suatu masalah. Jika dilihat sepintas, penelitian jenis survei pun dapat disebut sebagai penelitian cross sectional.

Mengapa bisa demikian? Secara umum, penelitian survei berkaitan dengan wawancara dan kuesioner. Namun, penelitian survei seringkali menggunakan metode cross-sectional dalam mengelola data yang sudah dikumpulkan. 

Meskipun demikian, penelitian cross sectional tidak bisa disamakan sepenuhnya dengan penelitian survei. Sebab beberapa keunggulan pada penelitian ini tidak sama dengan penelitian lain. Adapun kelebihan cross sectional adalah:

  • Memudahkan tahap perencanaan anggaran dan kegiatan.
  • Beberapa aspek penelitian dapat dieksekusi pada waktu yang sama.
  • Waktu penelitian cenderung lebih singkat, sebab beberapa aspek data dapat dihimpun pada waktu yang sama.
  • Sebagai penelitian pendahulu sebelum dilanjutkan oleh penelitian eksperimental dan penelitian kohort.
  • Anggaran untuk melakukan penelitian relatif lebih murah dibandingkan metode penelitian lainnya.
  • Penelitian tidak memerlukan follow-up atau tindak lanjut.
  • Tujuan penelitian tidak berfokus pada mengetahui alasan terjadinya suatu peristiwa, melainkan hanya sebagai landasan awal agar dikaji lebih dalam dengan metode penelitian lainnya.
  • Penelitian mampu merekam momen khusus pada rentang waktu tertentu, misalnya mendeskripsikan kondisi negara pada saat penelitian berlangsung.
  • Hasil studi cross sectional membantu pembuatan hipotesis umum terhadap situasi yang dialami populasi.
  • Studi cross sectional umumnya dilakukan untuk mengumpulkan informasi.


Contoh Penelitian Cross Sectional



Cross sectional adalah penelitian yang melibatkan partisipan atau subjek pada saat pengumpulan data. Studi cross sectional tidak seperti studi longitudinal yang mana variabel kerap berubah selama penelitian. Studi ini memiliki variabel yang tetap konstan.

Adapun beberapa contoh pendekatan cross sectional deskriptif adalah sebagai berikut:


1. Kasus hubungan pendidikan dan penghasilan


Di New York, Amerika Serikat, terdapat beberapa keluarga berpenghasilan rendah yang memiliki anak. Misalnya peneliti ingin mengetahui berapa banyak jumlah keluarga yang masuk ke kategori tersebut. 

Dari data tersebut peneliti dapat merumuskan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk mendanai program makan siang gratis di sekolah publik. 

Meskipun peneliti hanya mengetahui data jumlah keluarga berpenghasilan rendah, peneliti tetap mendapatkan semua data yang dibutuhkan dengan menggunakan studi cross-sectional.


2. Kasus status sosial ekonomi


Kasus ini masuk ke dalam kategori bisnis, di mana peneliti ingin mengetahui bagaimana orang dari status sosial ekonomi yang beragam dapat mempengaruhi suatu penawaran. Dalam mendapatkan informasi tersebut, peneliti dapat mencanangkan studi cross-sectional 


3. Kasus patah tulang


Contoh ketiga cross sectional adalah kasus pada tahun 1983 sampai 1989 silam, di mana banyak anak-anak yang mengalami patah tulang pada bagian tengkorak dan dirawat di rumah sakit di Edinburgh. 

Walau kasus terjadi dalam rentang waktu 7 tahun, penelitian yang tepat dilakukan adalah penelitian cross sectional. Mengapa tidak pakai studi kohort? Sebab informasi tentang setiap subjek direkam di titik waktu yang sama.


4. Kasus psikologi


Pada kasus ini, studi cross-sectional dilakukan untuk meneliti psikologi beberapa kelompok dengan minat yang sama. Penelitian melibatkan sejumlah kelompok, namun hanya fokus pada variabel tertentu yang saling relevan. 

Variabel tersebut dapat berupa jenis kelamin, rentang usia, status sosial ekonomi dan masih banyak lagi.


5. Kasus riset pasar untuk perusahaan


Seperti diketahui, riset pasar dilakukan guna mengetahui demografis target. Dengan menggunakan studi cross-sectional, peneliti bisa melibatkan wanita dan pria yang berasal dari daerah tertentu dan kalangan usia tertentu sebagai subjek penelitian.

Apabila hasil studi menunjukkan bahwa pria dari usia tertentu tidak membeli ponsel karena alasan terlalu sulit memahami fitur yang ada di dalamnya, maka perusahaan dapat membuat ponsel dengan fitur yang lebih sederhana dan mudah dipahami seluruh kalangan usia.

Dengan begitu, perusahaan dapat mendorong penjualan. Bahkan, mereka bisa membuat desain ponsel yang aksesibel untuk kelompok orang yang memiliki disabilitas.


6. Kasus prevalensi kanker


Contoh terakhir dari penelitian cross sectional yaitu kasus di mana peneliti ingin meneliti prevalensi kanker di antara populasi tertentu. Peneliti bisa melibatkan orang dari berbagai etnis, demografis, usia, dan latar belakang.

Apabila sebagian besar orang yang mengidap kanker adalah pria dari kelompok usia tertentu, maka peneliti dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui alasannya. 

Namun sebetulnya studi yang baik untuk menghadapi kasus ini adalah studi longitudinal. Khususnya dalam mempelajari subjek penelitian yang sama dari waktu ke waktu.


Perbedaan Cross Sectional dengan Case Control dan Cohort

Studi cross sectional tidak sama dengan studi case control maupun studi cohort. Sebagai penekanan, studi cross sectional adalah studi yang mengukur berbagai variabel dalam satu waktu. 

Sedangkan studi case control adalah studi analitik yang mencari hubungan kausal dengan logika terbalik. Artinya menganalisis hasilnya dahulu, baru mencari faktor risikonya.

Lalu, studi kohort adalah studi observasional yang menganalisis hubungan antara penyakit dan paparan menggunakan dua atau lebih kelompok studi sesuai status paparan kemudian diikuti oleh periode tertentu. 

Agar lebih jelas, mari kenali metode cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2002), dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Kesehatan, menyebutkan bahwa metode cross sectional adalah metode yang mengidentifikasi aspek antara risiko dan akibat. Adapun metode selengkapnya adalah sebagai berikut:


  • Memilih subjek penelitian, yang mencakup jumlah dan situasi sampel yang diambil selama penelitian.
  • Melakukan observasi terhadap variabel yang memiliki aspek risiko dan aspek akibat dalam satu waktu.
  • Terakhir, lakukan analisis perbandingan terhadap ukuran setiap hasil kelompok yang diobservasi saat penelitian.


Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa cross sectional adalah penelitian deskriptif yang tidak berfokus mencari penyebab suatu kejadian. Umumnya studi ini dilakukan sebagai landasan awal agar bisa dikaji lebih lanjut menggunakan metode penelitian lain.

0 komentar

Post a Comment