2025-11-03

Memahami Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP) dan Mekanisme Pemberiannya

Author -  Lubis Muzaki



Dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi nasional dan memperkuat struktur industri dalam negeri, pemerintah memiliki berbagai instrumen kebijakan fiskal yang berfungsi untuk mendorong produktivitas serta daya saing sektor industri. Salah satu bentuk dukungan fiskal yang konsisten diberikan sejak lebih dari satu dekade lalu adalah fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP).

Kebijakan ini pada dasarnya merupakan bentuk insentif fiskal yang diberikan kepada industri tertentu agar beban biaya impor barang dan bahan baku dapat dikurangi, sehingga perusahaan dapat berfokus pada peningkatan efisiensi produksi dan pengembangan usaha. 

Selama ini, kebijakan BM DTP sering kali dikenal luas karena penggunaannya pada masa-masa tertentu, misalnya saat pandemi COVID-19, ketika pemerintah memberikan dukungan fiskal untuk menjaga kelangsungan aktivitas industri yang terdampak. Namun, sesungguhnya fasilitas ini telah ada dan terus dijalankan sebagai kebijakan fiskal reguler yang diatur secara berkala melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Setiap tahun, pemerintah dapat menetapkan sektor-sektor industri penerima BM DTP berdasarkan pertimbangan ekonomi, kebutuhan nasional, dan arah kebijakan pengembangan industri.


Pengertian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP)


Secara umum, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP) adalah salah satu bentuk fasilitas fiskal yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku industri tertentu atas impor barang dan/atau bahan yang digunakan dalam proses produksi barang maupun jasa. Melalui fasilitas ini, bea masuk yang seharusnya dibayar oleh perusahaan ditanggung oleh pemerintah, menggunakan dana yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP).

Sementara itu, bea masuk sendiri adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang impor sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan. Bea masuk menjadi salah satu instrumen fiskal yang berfungsi ganda — sebagai sumber penerimaan negara sekaligus alat kebijakan untuk melindungi industri dalam negeri. Namun, dalam situasi tertentu, bea masuk dapat menjadi beban tambahan bagi sektor industri yang membutuhkan bahan baku atau komponen dari luar negeri. Di sinilah peran BM DTP menjadi strategis: memberikan ruang fiskal bagi industri agar tetap kompetitif dan produktif.


Dasar Hukum dan Kebijakan yang Mengatur BM DTP


Pelaksanaan kebijakan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP) memiliki landasan hukum yang kuat dan bersumber dari berbagai regulasi di bidang kepabeanan dan fiskal.

Kebijakan ini pada dasarnya merupakan bentuk pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan tarif bea masuk dan memberikan fasilitas fiskal tertentu guna mendukung kebijakan ekonomi nasional.

Sebagai turunan dari ketentuan undang-undang tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengatur lebih lanjut tata cara, sektor penerima, serta mekanisme pemberian BM DTP melalui serangkaian Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen).

Berikut adalah beberapa regulasi penting yang menjadi dasar dan kerangka pelaksanaan BM DTP:

1. PMK Nomor 248/PMK.011/2014
tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa Guna Kepentingan Umum dan Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu.
Peraturan ini menjadi landasan utama yang menetapkan prinsip umum, kriteria industri penerima, serta tata cara pemberian fasilitas BM DTP.

2. PMK Nomor 14/PMK.010/2018
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 248/PMK.011/2014 Tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna Kepentingan Umum Dan Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu

3. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-10/BC/2018
tentang Tata Cara Pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, yang mengatur secara teknis proses pengajuan permohonan, verifikasi dokumen, hingga penerbitan keputusan pemberian fasilitas BM DTP.

4. PMK Tahunan Terkait BM DTP Sektor Industri Tertentu
Misalnya:

  • PMK Nomor 12/PMK.010/2020 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Sektor Industri Tertentu Tahun Anggaran 2020;
  • PMK Nomor 68/PMK.04/2021 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Oleh Industri Sektor Tertentu Yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Tahun 2021



Kriteria Industri Penerima Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP)



Kriteria industri penerima BM DTP telah diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 248/PMK.011/2014 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 14/PMK.010/2018. Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat empat kriteria utama yang menjadi dasar penilaian kelayakan suatu sektor industri untuk mendapatkan fasilitas ini, yaitu:

1. Memenuhi Penyediaan Barang dan/atau Jasa untuk Kepentingan Umum


Industri yang menghasilkan produk atau jasa yang digunakan secara luas oleh masyarakat, mendukung kepentingan umum, atau melindungi kepentingan konsumen dapat dipertimbangkan sebagai penerima BM DTP. Contohnya antara lain industri farmasi, alat kesehatan, dan bahan pangan strategis.

2. Meningkatkan Daya Saing Nasional


Sektor industri yang berpotensi memperkuat daya saing produk dalam negeri di pasar global menjadi prioritas. Melalui keringanan bea masuk bahan baku atau komponen, pemerintah mendorong peningkatan efisiensi dan kemampuan produksi agar industri nasional mampu bersaing dengan produk impor.

3. Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja


Industri yang memiliki dampak besar terhadap penciptaan lapangan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk dalam kategori yang layak menerima BM DTP. Tujuannya adalah mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan memperkuat daya beli masyarakat.

4. Meningkatkan Pendapatan Negara


Pemberian BM DTP juga diarahkan kepada sektor yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap penerimaan negara, baik melalui peningkatan ekspor, investasi, maupun kegiatan ekonomi lainnya.

Selain empat kriteria utama di atas, pemerintah juga mempertimbangkan arah kebijakan pengembangan industri nasional yang ditetapkan dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) dan Kebijakan Industri Nasional (KIN). Dengan demikian, fasilitas BM DTP tidak hanya dilihat dari sisi efisiensi fiskal semata, tetapi juga dari keterkaitannya terhadap strategi pembangunan industri jangka panjang.

Sektor industri yang ditetapkan sebagai penerima BM DTP dapat berbeda setiap tahunnya. Penetapan tersebut dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tahunan yang menyesuaikan kondisi ekonomi, prioritas pembangunan, serta kebutuhan pasokan industri dalam negeri. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor-sektor yang pernah menerima fasilitas BM DTP antara lain:

  • industri kimia dan petrokimia,
  • industri tekstil dan produk tekstil,
  • industri makanan dan minuman,
  • industri alat kesehatan,
  • industri otomotif dan komponennya, serta
  • industri logam dasar dan turunannya.

Proses penetapan sektor penerima dilakukan secara koordinatif lintas kementerian dan lembaga, terutama antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pertimbangan tersebut meliputi data kinerja industri, kebutuhan bahan baku impor, potensi substitusi bahan dalam negeri, dan prospek pengembangan sektor terkait terhadap perekonomian nasional.

Dengan pendekatan berbasis kriteria dan evaluasi sektoral ini, kebijakan BM DTP diharapkan dapat berfungsi sebagai instrumen fiskal yang adaptif dan berkeadilan, memberikan dorongan nyata bagi sektor-sektor produktif, serta memperkuat struktur industri Indonesia menuju ekonomi yang mandiri dan berdaya saing global.



Jenis Barang dan Bahan yang Dapat Diberikan Fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP)


Fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP) diberikan secara terbatas terhadap barang dan bahan impor yang digunakan dalam proses produksi oleh industri penerima. Terdapat tiga kategori utama barang dan bahan yang dapat diberikan fasilitas BM DTP, yaitu:

1. Barang dan bahan yang belum diproduksi di dalam negeri


Barang atau bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksi, tetapi belum tersedia dari industri domestik, dapat diberikan fasilitas BM DTP. Tujuannya adalah memastikan keberlanjutan proses produksi industri dalam negeri tanpa harus terbebani oleh bea masuk yang tinggi.

2. Barang dan bahan yang sudah diproduksi di dalam negeri, tetapi tidak memenuhi spesifikasi teknis yang dibutuhkan


Dalam banyak kasus, industri dalam negeri membutuhkan bahan dengan spesifikasi tertentu yang belum dapat dihasilkan oleh produsen lokal. Barang seperti ini masih dapat diberikan fasilitas BM DTP sepanjang terbukti spesifikasinya belum terpenuhi secara domestik.

3. Barang dan bahan yang diproduksi di dalam negeri, namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri


Apabila pasokan domestik terhadap suatu bahan baku masih terbatas, sementara permintaan industri cukup tinggi, maka impor barang tersebut dapat memperoleh fasilitas BM DTP untuk menjaga kontinuitas produksi dan stabilitas pasokan nasional.


Pengecualian: Barang yang Tidak Dapat Diberikan Fasilitas BM DTP


Meskipun bersifat mendukung kegiatan industri, tidak semua barang impor dapat diberikan fasilitas BM DTP. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, terdapat beberapa pengecualian yang secara tegas tidak dapat memperoleh fasilitas ini, yaitu:

1. Barang dengan tarif bea masuk 0%


Barang yang sudah dikenakan tarif bea masuk nol tidak berhak mendapatkan BM DTP karena tidak menimbulkan beban fiskal bagi pelaku industri.

2. Barang yang dikenakan bea masuk antidumping, imbalan, atau tindakan pengamanan (safeguard)


Barang-barang ini dikecualikan dari fasilitas BM DTP karena termasuk dalam instrumen kebijakan perdagangan untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik impor yang merugikan.

3. Barang yang akan ditimbun di Kawasan Berikat atau Pusat Logistik Berikat (PLB)


Barang yang masuk ke Kawasan Berikat (KB) atau Pusat Logistik Berikat (PLB) sudah memperoleh fasilitas kepabeanan tersendiri, seperti penangguhan atau pembebasan bea masuk. Oleh karena itu, barang dalam kategori ini tidak dapat lagi memperoleh fasilitas BM DTP agar tidak terjadi duplikasi fasilitas fiskal.


Syarat Perusahaan untuk Memperoleh Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP)


Tidak semua perusahaan dapat secara otomatis memperoleh fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP). Pemerintah menetapkan sejumlah persyaratan administratif dan substantif agar penerima fasilitas benar-benar merupakan pelaku industri yang layak, kredibel, dan memenuhi kriteria kebijakan fiskal serta industri nasional. Persyaratan ini juga berfungsi menjaga agar penggunaan anggaran negara tetap tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum maupun ekonomi.

1. Persyaratan Umum bagi Perusahaan Pemohon BM DTP


Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 248/PMK.011/2014, PMK Nomor 14/PMK.010/2018, serta Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-10/BC/2018, perusahaan yang ingin memperoleh fasilitas BM DTP harus memenuhi beberapa syarat pokok berikut:

a. Merupakan industri sektor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah

Perusahaan wajib bergerak dalam sektor industri yang telah tercantum dalam lampiran peraturan Menteri Keuangan tahun anggaran berjalan. Sektor-sektor tersebut dipilih berdasarkan kriteria strategis nasional, seperti peningkatan daya saing, penciptaan lapangan kerja, dan kontribusi terhadap perekonomian.

b. Memiliki Rencana Impor Barang (RIB) yang disetujui dan ditandasahkan oleh kementerian pembina sektor industri

Dokumen RIB ini menjadi dasar penilaian atas kebutuhan bahan baku impor perusahaan dan memastikan bahwa barang yang dimohonkan BM DTP benar-benar digunakan dalam proses produksi, bukan untuk tujuan lain.

c. Tidak pernah melakukan kesalahan dalam pemberitahuan pabean dengan fasilitas BM DTP selama 1 (satu) tahun terakhir

Ketentuan ini untuk menjamin kepatuhan dan integritas perusahaan dalam pelaporan kegiatan impornya. Kesalahan yang menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk akan menjadi alasan penolakan permohonan.

Tidak memiliki tunggakan bea masuk, cukai, atau pajak dalam rangka impor yang telah jatuh tempo
Perusahaan harus terbebas dari kewajiban kepabeanan dan perpajakan yang belum diselesaikan. Hal ini menandakan bahwa perusahaan memiliki reputasi keuangan yang baik dan patuh terhadap regulasi fiskal.

d. Melengkapi dokumen pendukung yang sah dan valid

Dokumen yang wajib disertakan meliputi antara lain:

  • Surat permohonan resmi kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cukai,
  • Daftar barang dan bahan yang dimohonkan fasilitas BM DTP,
  • Invoice dan packing list sebagai dokumen pelengkap pabean,
  • Surat rekomendasi dari pejabat minimal setingkat pimpinan tinggi pratama di kementerian pembina sektor, serta
  • Identitas Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) atau Pengusaha Gudang Berikat (PGB), jika barang berasal dari fasilitas tersebut.

2. Persyaratan Tambahan untuk Perusahaan dengan Fasilitas Lain


Bagi perusahaan yang juga telah memperoleh fasilitas kepabeanan lain — misalnya Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) atau fasilitas di Kawasan Berikat (KB) — terdapat tambahan kewajiban, yaitu:

Melampirkan Surat Keterangan IT Inventory
Surat ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berfungsi memastikan sistem pencatatan persediaan perusahaan telah berbasis komputer dan dapat diaudit. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau pemanfaatan ganda fasilitas fiskal.



Prosedur Pengajuan Permohonan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP)


Setelah perusahaan memastikan bahwa sektor industrinya termasuk dalam daftar penerima fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP) dan telah memenuhi seluruh persyaratan administratif maupun substantif, langkah berikutnya adalah mengajukan permohonan secara resmi kepada pemerintah. 

Berikut adalah tahapan umum yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh fasilitas BM DTP:

1. Pengajuan Permohonan Secara Elektronik atau Manual


Permohonan BM DTP diajukan oleh perusahaan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melalui portal resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Indonesia National Single Window (INSW).

Dalam kondisi tertentu — seperti ketika sistem elektronik belum beroperasi atau mengalami gangguan — permohonan dapat diajukan secara manual (tertulis) dengan melampirkan dokumen dalam bentuk hardcopy dan softcopy.

2. Dokumen yang Harus Disertakan dalam Permohonan


Permohonan BM DTP harus disampaikan secara lengkap dengan dokumen pendukung yang diperlukan, antara lain:

  • Surat permohonan resmi yang ditujukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
  • Rencana Impor Barang (RIB) yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh kementerian pembina sektor industri;
  • Daftar barang dan bahan yang dimohonkan fasilitas BM DTP, termasuk spesifikasi teknisnya;
  • Invoice dan packing list, sebagai dokumen pelengkap pabean untuk memenuhi kewajiban impor;
  • Surat rekomendasi dari pejabat minimal setingkat pimpinan tinggi pratama di kementerian pembina sektor industri;
  • Surat Keterangan IT Inventory, bagi perusahaan penerima fasilitas KITE atau perusahaan yang beroperasi di Kawasan Berikat (KB) atau Pusat Logistik Berikat (PLB); serta
  • Identitas Pengusaha Gudang Berikat (PGB) atau Pengusaha Kawasan Berikat (PKB), jika impor dilakukan melalui fasilitas tersebut.

Dokumen yang disampaikan secara elektronik harus merupakan hasil pemindaian dari dokumen asli yang sah. Sementara untuk pengajuan manual, seluruh dokumen harus dilampirkan dalam bentuk salinan cetak yang disertai media penyimpanan elektronik berisi hasil pindaian.

3. Proses Verifikasi dan Evaluasi Permohonan


Setelah permohonan diterima, DJBC akan melakukan verifikasi administratif dan substantif atas dokumen yang diajukan. Evaluasi ini meliputi:

  • Kesesuaian sektor industri dengan daftar sektor penerima BM DTP,
  • Kelayakan jenis barang dan bahan berdasarkan ketentuan dalam lampiran PMK,
  • Kepatuhan perusahaan terhadap kewajiban kepabeanan dan perpajakan, serta
  • Kebenaran dan kelengkapan dokumen yang dilampirkan.

Jika ditemukan kekurangan atau ketidaksesuaian dokumen, DJBC dapat meminta perbaikan atau tambahan dokumen dari pemohon sebelum melanjutkan ke tahap keputusan.

4. Penerbitan Keputusan Pemberian atau Penolakan BM DTP


Apabila permohonan telah diverifikasi secara lengkap dan benar, maka:

Untuk permohonan yang diajukan secara elektronik, keputusan akan diterbitkan maksimal dalam waktu 3 (tiga) jam kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

Untuk permohonan yang diajukan secara manual (tertulis), keputusan diterbitkan maksimal dalam waktu 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

Keputusan diterbitkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan dalam bentuk Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian BM DTP.

Apabila permohonan tidak disetujui sebagian atau seluruhnya, DJBC akan menerbitkan surat penolakan resmi yang disertai dengan alasan penolakan agar pemohon dapat memperbaiki atau mengajukan kembali di kemudian hari.

5. Masa Berlaku Keputusan Pemberian BM DTP


Keputusan pemberian fasilitas BM DTP berlaku selama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal ditetapkan. Dalam periode tersebut, perusahaan dapat melaksanakan kegiatan impor sesuai dengan daftar barang dan bahan yang telah disetujui.

Apabila impor dilakukan melewati masa berlaku keputusan, perusahaan harus mengajukan permohonan baru untuk mendapatkan fasilitas BM DTP berikutnya.

0 komentar

Post a Comment