2025-11-01

Penetapan Jalur Pengeluaran Barang Impor: Jalur Merah, Jalur Hijau, dan Status Mita Kepabeanan

Author -  Lubis Muzaki


Barang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan dokumen dan pemenuhan kewajiban pabean sebelum dapat dikeluarkan dari kawasan pelabuhan. Proses ini memastikan bahwa setiap barang yang masuk telah sesuai dengan ketentuan hukum dan tidak menimbulkan risiko terhadap keamanan maupun stabilitas ekonomi.

Untuk menjaga kelancaran arus barang dan efektivitas pengawasan, DJBC menerapkan sistem jalur pengeluaran barang impor. Melalui sistem ini, setiap pengiriman diklasifikasikan berdasarkan tingkat risiko dan tingkat kepatuhan importir. 

Sistem penjaluran ini berfungsi untuk menyeimbangkan dua aspek utama: pelayanan cepat bagi importir berisiko rendah dan pengawasan ketat terhadap importir berisiko tinggi. Dengan penerapan mekanisme tersebut, pemerintah berupaya memastikan bahwa proses impor berjalan efisien, transparan, dan sesuai ketentuan kepabeanan yang berlaku.

Untuk selengkapnya, mengenai penjelasan dari 


Dasar Hukum dan Penetapan Jalur


Penetapan jalur pengeluaran barang impor diatur berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Undang-undang ini menjadi dasar hukum bagi seluruh kegiatan impor, termasuk proses pemeriksaan, pemenuhan kewajiban pabean, dan pengeluaran barang dari kawasan pabean.

Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut menegaskan bahwa setiap barang impor yang diangkut oleh sarana pengangkut wajib dibongkar di tempat yang ditetapkan, dan setelah proses pembongkaran, barang tersebut harus dibawa ke kantor pabean. Barang impor baru dapat dikeluarkan dari kawasan pabean setelah seluruh kewajiban pabean dipenuhi dan mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Sistem penjaluran barang impor saat ini diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-2/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai, yang diterbitkan dalam rangka pelaksanaan Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.04/2022 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.

Peraturan ini mencabut dan menggantikan PER-02/BC/2022, dan tetap mempertahankan dua jalur utama dalam sistem pelayanan impor, yaitu jalur merah dan jalur hijau. Sementara itu, Mitra Utama Kepabeanan (Mita) dan Authorized Economic Operator (AEO) tidak lagi diperlakukan sebagai jalur tersendiri, melainkan memperoleh perlakuan khusus dalam sistem penjaluran berdasarkan tingkat kepatuhan dan profil risiko.

Dasar hukum pelaksanaan sistem penjaluran barang impor meliputi:


  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.04/2007 tentang Perubahan atas Kesalahan Data Pemberitahuan Pabean Impor.
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.04/2022 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.04/2022 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.
  6. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-2/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.


Jenis-Jenis Jalur Pengeluaran Barang Impor

Sistem penjaluran digunakan untuk menentukan tingkat pengawasan terhadap barang impor.

Setiap pengiriman ditempatkan dalam jalur tertentu berdasarkan hasil analisis risiko dan tingkat kepatuhan importir.

Berikut adalah jenis-jenis jalur pengeluaran barang impor yang berlaku saat ini.

1. Jalur Merah: Pengawasan Ketat untuk Risiko Tinggi


Jalur merah merupakan kategori pengeluaran barang impor yang dikenakan tingkat pengawasan tertinggi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Barang impor yang melalui jalur ini wajib menjalani penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik sebelum diterbitkannya SPPB.


Penetapan jalur merah didasarkan pada hasil analisis risiko yang mencakup profil importir, jenis barang, negara asal, serta rekam jejak kepatuhan. Pengawasan difokuskan pada importir dan komoditas dengan tingkat risiko tinggi, atau yang terindikasi memiliki potensi pelanggaran kepabeanan dan fiskal.


Kriteria umum jalur merah mencakup:

  • Importir baru atau belum memiliki rekam jejak kepatuhan.
  • Importir dengan riwayat pelanggaran kepabeanan.
  • Barang berisiko tinggi atau berasal dari negara berisiko tinggi.
  • Barang impor sementara, reimpor, atau Barang Operasional Perminyakan Golongan II.
  • Barang yang dipilih melalui mekanisme pemeriksaan acak (random check).


Pemeriksaan fisik di jalur merah dilakukan di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) atau, dalam kondisi tertentu, di lokasi importir berdasarkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF). Pemeriksaan ini memastikan kesesuaian antara dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan kondisi fisik barang.

Hasil pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen digunakan untuk menentukan penerbitan SPPB. Jika ditemukan ketidaksesuaian atau dugaan pelanggaran, dilakukan tindakan lanjutan seperti penetapan tarif dan nilai pabean kembali (SPTNP), penyesuaian jaminan (SPPJ), atau pengawasan lanjutan oleh Unit Pengawasan DJBC.


2. Jalur Hijau: Efisiensi Tanpa Pemeriksaan Fisik


Jalur hijau merupakan kategori pengeluaran barang impor dengan tingkat pengawasan rendah. Barang impor pada jalur ini tidak dilakukan penelitian dokumen maupun pemeriksaan fisik sebelum SPPB diterbitkan, sehingga prosesnya jauh lebih cepat dan efisien.


Penetapan jalur hijau dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan (SKP) berdasarkan profil risiko importir dan barang. Importir yang konsisten mematuhi kewajiban pabean serta tidak memiliki catatan pelanggaran akan lebih sering memperoleh jalur hijau.


Parameter utama dalam penetapan jalur hijau:


  • Riwayat kepatuhan administrasi dan pelunasan bea masuk.
  • Profil risiko importir, jenis barang, dan negara asal.
  • Tidak adanya indikasi pelanggaran dari sistem intelijen atau analisis risiko DJBC.


Meskipun tidak dilakukan pemeriksaan fisik di awal, DJBC tetap dapat melaksanakan penelitian dokumen pasca-pengeluaran (post-clearance audit) jika ditemukan ketidaksesuaian data atau indikasi pelanggaran.


Berdasarkan Pasal 21 PER-2/BC/2023, penelitian dokumen untuk jalur hijau dilakukan setelah penerbitan SPPB dan dikecualikan bagi importir yang berstatus Mita Kepabeanan atau AEO. Hal ini mempercepat arus barang dan mengurangi biaya logistik tanpa mengurangi efektivitas pengawasan.


3. Jalur Mita (Mitra Utama Kepabeanan): Fasilitas Bagi Importir Terpercaya


Mitra Utama Kepabeanan (Mita) dan Authorized Economic Operator (AEO) bukan merupakan jalur tersendiri, melainkan status khusus yang diberikan kepada importir dengan tingkat kepatuhan tertinggi. Berdasarkan PER-2/BC/2023, importir dengan status ini mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu seperti:

  • Pemeriksaan fisik di lokasi importir (Pasal 17 PER-2/BC/2023).
  • Pengecualian dari penelitian dokumen pada jalur hijau (Pasal 21 ayat 3).
  • Kemudahan pembayaran berkala atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor (Pasal 9–10 dan Pasal 25).
  • Kemudahan pengeluaran barang tanpa pemeriksaan rutin di TPS.

Penetapan status Mita Kepabeanan dilakukan oleh Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dengan mempertimbangkan:


  • Rekam jejak kepatuhan minimal enam bulan terakhir.
  • Tidak memiliki tunggakan atau pelanggaran material kepabeanan.
  • Konsistensi dalam memperoleh jalur hijau.
  • Kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan dan administrasi.


Melalui status Mita dan AEO, DJBC menerapkan pendekatan trusted trader yang sejalan dengan standar internasional WCO SAFE Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade. Program ini memperkuat kemitraan antara pemerintah dan pelaku usaha, meningkatkan efisiensi perdagangan, serta memperluas basis pengawasan berbasis risiko.

Dengan diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-2/BC/2023, sistem pengeluaran barang impor di Indonesia kini menekankan keseimbangan antara kemudahan layanan dan efektivitas pengawasan. Hanya terdapat dua jalur utama—merah dan hijau—yang didukung dengan perlakuan khusus bagi Mita Kepabeanan dan AEO.

Kebijakan ini bertujuan mempercepat arus barang di pelabuhan, menekan biaya logistik, serta menjaga kepatuhan dan integritas sistem kepabeanan nasional.

0 komentar

Post a Comment