Dalam kegiatan impor dan ekspor, ketidakpastian sering kali menjadi sumber risiko terbesar bagi pelaku usaha. Banyak importir dan eksportir menghadapi situasi di mana biaya total transaksi sulit diprediksi karena tidak mengetahui tarif Bea Masuk, Bea Keluar, atau Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang akan dikenakan pada barang. Situasi ini umum terjadi ketika pelaku usaha tidak yakin mengenai klasifikasi barangnya, atau ketika interpretasi antara negara asal dan negara tujuan tidak sepenuhnya selaras.
Selain aspek biaya, salah klasifikasi barang dapat menimbulkan dampak operasional yang jauh lebih serius. Barang berpotensi tertahan di pintu masuk bea cukai, baik untuk klarifikasi ulang maupun pemeriksaan lanjutan. Bagi banyak usaha kecil dan menengah, kurangnya pemahaman mengenai sistem klasifikasi barang menjadi hambatan utama untuk ekspansi ke pasar internasional.
Di tengah kompleksitas tersebut, HS Code hadir sebagai instrumen utama untuk memberikan kepastian dan struktur dalam perdagangan lintas negara. Dengan memahami HS Code, pelaku usaha memperoleh dasar yang objektif untuk menghitung tarif, memastikan kepatuhan regulasi, dan mengurangi risiko operasional. Pengetahuan yang tepat mengenai sistem klasifikasi ini menjadi langkah awal untuk menjalankan kegiatan impor dan ekspor secara lebih aman, terukur, dan efisien.
Apa Itu HS Code? (Pengertian & Dasar Hukum)
Harmonized System Code, atau HS Code, adalah sistem klasifikasi barang yang digunakan secara internasional untuk memastikan keseragaman dalam penamaan dan pengelompokan produk yang diperdagangkan lintas negara. Sistem ini merupakan bagian dari Harmonized Commodity Description and Coding System (HS), yaitu standar global yang dikembangkan untuk memberikan kode, deskripsi, serta struktur klasifikasi yang seragam bagi seluruh barang yang diperjualbelikan di pasar internasional.
HS dikelola oleh World Customs Organization (WCO), lembaga internasional yang beranggotakan lebih dari 200 negara dan bertanggung jawab dalam pengembangan serta pembaruan standar kepabeanan global. Sejak diperkenalkan, HS telah menjadi fondasi bagi administrasi bea cukai di berbagai negara, termasuk Indonesia, dalam memastikan setiap barang memiliki kode klasifikasi yang sama sehingga tercipta transparansi dan konsistensi dalam pengenaan tarif maupun penyusunan statistik perdagangan.
Sistem HS memiliki struktur yang hierarkis, dimulai dari pengelompokan tingkat tinggi hingga subpengelompokan yang semakin spesifik. Struktur ini memungkinkan setiap barang—mulai dari bahan mentah seperti bijih mineral hingga produk akhir seperti perangkat elektronik—dapat diklasifikasikan secara jelas dan terstandar. Dengan adanya struktur tersebut, negara pengekspor dan pengimpor dapat menggunakan acuan yang sama saat menentukan tarif, persyaratan perizinan, atau ketentuan larangan dan pembatasan yang berlaku.
Indonesia mengadopsi HS secara resmi melalui Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 1993, yang meratifikasi konvensi HS sebagai bagian dari komitmen negara terhadap sistem perdagangan internasional.
Implementasi lebih lanjut dilakukan melalui Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), yang merupakan penjabaran HS dalam konteks nasional. Versi terbaru BTKI, yaitu BTKI 2022, ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.010/2022, dan berlaku secara efektif sejak 1 April 2022.
BTKI 2022 disusun berdasarkan HS internasional dan dikembangkan bersama negara-negara ASEAN melalui ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN), sehingga setiap barang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia ditetapkan menggunakan kode klasifikasi yang konsisten dengan standar global.
Fungsi dan Tujuan HS Code
Berikut ini adalah sejumlah fungsi dan tujuan HS Code:
1. Mewujudkan Keseragaman Penggolongan Barang
Salah satu fungsi utama HS Code adalah menyediakan sistem klasifikasi yang harmonis di tingkat global. Dengan adanya standar penamaan dan penomoran yang sama, setiap barang yang diperdagangkan memperoleh identitas yang konsisten, terlepas dari negara asal atau tujuannya.
Keseragaman ini mengurangi perbedaan interpretasi antar negara serta meminimalkan potensi sengketa terkait klasifikasi barang.
2. Memudahkan Penyusunan Data dan Analisis Statistik Perdagangan
HS Code juga dirancang untuk mendukung pengumpulan data ekspor dan impor di seluruh dunia. Setiap negara menggunakan kode yang sama untuk melaporkan transaksi perdagangan. Dengan data tersebut, kemudian dapat dengan mudah dianalisis secara akurat untuk memahami pola pasar, nilai perdagangan, perkembangan industri, hingga potensi pertumbuhan sektor tertentu.
Informasi ini digunakan oleh pemerintah, lembaga internasional, dan pelaku usaha dalam perencanaan kebijakan maupun strategi bisnis.
3. Menjadi Dasar Perhitungan Tarif dan Kewajiban Kepabeanan
Dalam konteks operasional kepabeanan, HS Code berfungsi sebagai acuan utama untuk menentukan besaran tarif yang berlaku pada suatu barang. Melalui kode ini, otoritas bea cukai menetapkan:
- Bea Masuk
- Bea Keluar
- Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), seperti PPN Impor, PPh Pasal 22, dan PPnBM
Klasifikasi yang tepat membantu pelaku usaha memperhitungkan total biaya impor secara akurat, sehingga mereka dapat mengelola harga jual, margin, serta perencanaan cash flow dengan lebih terukur.
4. Mendukung Penegakan Regulasi Larangan dan/atau Pembatasan (Lartas)
Selain penetapan tarif, HS Code digunakan untuk mengidentifikasi barang-barang yang tunduk pada ketentuan larangan atau pembatasan. Berdasarkan kode klasifikasi, pemerintah dapat menerapkan persyaratan perizinan tertentu, standar teknis, atau pembatasan perdagangan untuk melindungi keselamatan publik, keamanan nasional, kesehatan, dan lingkungan.
Struktur HS Code: Cara Kerja dan Maknanya
HS Code memiliki struktur berlapis yang dirancang untuk memberikan klasifikasi barang secara bertahap, dari kategori paling umum hingga rincian paling spesifik. Struktur hierarkis ini memastikan setiap barang dapat diidentifikasi dengan jelas melalui serangkaian digit yang memiliki arti tertentu.
Di Indonesia, HS Code terdiri dari delapan digit. Enam digit pertama mengikuti standar internasional yang ditetapkan oleh World Customs Organization (WCO), sementara dua digit terakhir merupakan hasil harmonisasi regional melalui ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN). Setiap pasangan digit memberikan tingkat informasi yang berbeda:
1. Dua digit pertama — Chapter (01–97)
Digit ini mewakili kategori besar suatu barang. Chapter digunakan untuk mengelompokkan barang berdasarkan karakteristik umum, seperti hewan hidup, produk pertanian, tekstil, mesin, atau barang elektronik. Pada level ini, klasifikasi masih bersifat luas.
2. Dua digit berikutnya — Heading (4 digit)
Pada tingkat heading, barang dikelompokkan lebih spesifik berdasarkan fungsi atau karakteristik tambahan. Misalnya, dalam chapter tentang mesin, heading dapat membedakan antara mesin pertanian, mesin industri, atau peralatan rumah tangga.
3. Dua digit selanjutnya — Subheading (6 digit)
Subheading merupakan klasifikasi yang digunakan secara global. Semua negara yang mengadopsi HS menggunakan enam digit ini sebagai acuan bersama untuk memastikan konsistensi dalam penentuan tarif dasar dan pengelolaan statistik perdagangan internasional.
4. Dua digit terakhir — Kode AHTN (8 digit)
Indonesia, sebagai bagian dari ASEAN, menambahkan dua digit tambahan untuk mengikuti AHTN. Penambahan ini memberikan rincian yang lebih spesifik sesuai kebutuhan pengelolaan barang di tingkat regional. Variasi inilah yang membedakan HS Code 8 digit antar negara ASEAN dengan standar 6 digit global.
Sebagai ilustrasi sederhana, struktur HS Code dapat dipahami sebagai berikut:
- XX (chapter) → kategori umum
- XX XX (heading) → pengelompokan lebih rinci
- XX XX XX (subheading) → penjelasan spesifik tingkat global
- XX XX XX XX (AHTN) → spesifikasi tambahan tingkat regional ASEAN
Dengan memahami cara kerja struktur HS Code, pelaku usaha dapat menilai barang secara lebih tepat, meminimalkan potensi kesalahan klasifikasi, serta meningkatkan kepastian dalam penghitungan tarif dan pemenuhan regulasi.
Cara Menentukan HS Code Suatu Barang
Menentukan HS Code secara akurat merupakan langkah penting untuk memastikan kelancaran proses impor dan ekspor. Berikut adalah tahapan umum yang dapat dilakukan pelaku usaha untuk menentukan HS Code suatu barang:
1. Identifikasi Spesifikasi Teknis Barang Secara Lengkap
Langkah awal adalah mengumpulkan informasi teknis mengenai barang. Semakin lengkap data yang tersedia, semakin mudah proses klasifikasinya. Informasi yang perlu disiapkan mencakup:
- bahan pembentuk
- fungsi dan cara kerja
- bentuk atau wujud fisik
- tingkat pengolahan (misalnya mentah, setengah jadi, atau produk akhir)
- komponen utama dan sifat penggunaan
Dokumen pendukung seperti datasheet, katalog produk, foto barang, hingga dokumen pabrikan dapat sangat membantu.
2. Menentukan Chapter yang Relevan
Setelah memahami karakteristik barang, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi chapter dalam HS yang paling sesuai. Chapter terdiri dari dua digit pertama yang menggambarkan kategori besar barang. Pada tahap ini, fokusnya adalah memahami kelompok utama yang menaungi barang tersebut, seperti mesin, tekstil, bahan kimia, atau produk makanan.
3. Menelusuri Heading dan Subheading Secara Bertahap
Setelah menemukan chapter utama, proses dilanjutkan ke tingkat heading (empat digit) dan subheading (enam digit). Pada tahap ini, perlu memperhatikan uraian dalam setiap pos tarif dan memastikan bahwa deskripsi pada heading dan subheading sesuai dengan fitur barang yang diidentifikasi sebelumnya. Penelusuran bertahap ini membantu mengurangi risiko salah menempatkan barang ke kelompok yang serupa namun tidak identik.
4. Mengacu pada Penjelasan HS dan Catatan Bagian/Chapter
WCO menyediakan Explanatory Notes (EN) yang berisi penjelasan mendalam mengenai ruang lingkup setiap pos tarif. Selain itu, HS juga dilengkapi dengan Section Notes dan Chapter Notes yang memiliki kekuatan mengikat secara interpretatif. Catatan tersebut sering kali memberikan batasan, pengecualian, atau rincian tambahan yang membantu memastikan klasifikasi dilakukan secara tepat.
Pelaku usaha sebaiknya tidak hanya mengandalkan judul pos, tetapi juga memperhatikan catatan resmi untuk menghindari kesalahan interpretasi.
5. Menyesuaikan dengan AHTN (Kode 8 Digit) untuk Konteks Indonesia
Setelah menemukan kode enam digit yang benar, pelaku usaha perlu menyesuaikannya dengan struktur BTKI agar memperoleh kode delapan digit final. Beberapa subheading mungkin bercabang menjadi lebih dari satu varian pada tingkat AHTN, sehingga pemilihan yang tepat sangat penting. Sebagai contohnya:
![]() |
| Sumber: Halaman BTKI Online Pengadaanbarang.co.id |
Dari data BTKI online di atas, kode HS 0805.10 berarti bab 8 buah-buahan dan yang dimaksud adalah orange/jeruk. Kemudian, digit selanjutnya ada pos 10 dan 20, masing-masing berturut-turut adalah jeruk segar dan jeruk yang dikeringkan.
Contoh Praktis Penentuan HS Code
Untuk memahami proses penentuan HS Code secara lebih konkret, berikut adalah beberapa contoh klasifikasi barang yang umum dijumpai dalam perdagangan. Setiap contoh menunjukkan bagaimana karakteristik teknis barang dijabarkan, kemudian dicocokkan secara bertahap mulai dari chapter, heading, subheading, hingga kode AHTN delapan digit.
Contoh 1 — Laptop (Computing Device)
1. Identifikasi Barang
- Jenis barang: komputer portabel (laptop)
- Fungsi: perangkat pemrosesan data
- Bahan utama: rangkaian elektronik
- Bentuk: unit lengkap siap pakai
2. Tentukan Chapter
Laptop termasuk dalam kategori mesin dan peralatan elektronik → Chapter 84
3. Telusuri Heading
Komputer dan unit pemrosesan otomatis tercakup dalam heading:
8471 — Automatic data processing machines and units thereof
4. Pilih Subheading
Laptop termasuk kategori komputer portabel dengan berat ≤ 10 kg →
8471.30 — Portable digital automatic data processing machines
5. Tentukan Kode AHTN (8 digit) untuk Indonesia
BTKI/AHTN memberikan rincian lebih lanjut, misalnya:
8471.30.20 — Laptop termasuk notebook dan subnotebook
HS Code Final: 8471.30.20
Contoh 2 — Gula Kristal Putih
1. Identifikasi Barang
- Komoditas: gula olahan
- Bahan baku: tebu
- Bentuk: kristal putih
- Tingkat pengolahan: produk akhir
2. Tentukan Chapter
Produk gula berada dalam kategori bahan makanan → Chapter 17
3. Telusuri Heading
Gula tebu dan gula bit, dalam bentuk padat →
1701 — Cane or beet sugar and chemically pure sucrose, in solid form
4. Pilih Subheading
Gula tebu yang telah dimurnikan biasanya masuk ke:
1701.99 — Other (selain raw sugar)
5. Tentukan Kode AHTN
Dalam BTKI 2022, subheading ini dapat dipilah lebih lanjut, misalnya:
1701.99.10 — Gula dimurnikan
HS Code Final: 1701.99.10
Contoh 3 — Furniture Kayu (Meja Kerja)
1. Identifikasi Barang
- Produk: meja kerja
- Material: kayu
- Bentuk: furniture siap pakai
- Fungsi: perabot rumah/ kantor
2. Tentukan Chapter
Furniture masuk ke → Chapter 94
3. Telusuri Heading
Meja untuk rumah atau kantor masuk dalam heading:
9403 — Other furniture and parts thereof
4. Pilih Subheading
Meja berbahan kayu:
9403.30 — Wooden furniture of a kind used in offices
5. Kode AHTN
Dalam BTKI 2022, turunan mungkin:
9403.30.00 — Wooden furniture of a kind used in offices
HS Code Final: 9403.30.00
Cara Mengecek HS Code Resmi di Indonesia
Untuk memastikan klasifikasi barang yang akurat, Anda dapat menggunakan BTKI Online yang telah kami kembangkan. Silahkan, dapat digunakan untuk mengecek HS Code secara sah di Indonesia.
BTKI online yang telah kami kembangkan merupakan tools yang digunakan untuk memudahkan dalam mencari/menemukan HS Code yang sesuai dengan uraian barang. BTKI online tersebut memuat:
- struktur HS dan AHTN
- uraian barang
- Taruf bea masuk dan ketentuan lain yang relevan
Cara mengecek, yaitu gunakan fitur pencarian baik menggunakan HS Code ataupun berdasarkan kata kunci deskripsi produknya.
Dengan memanfaatkan BTKI Online secara optimal, proses klasifikasi barang menjadi lebih mudah dan minim risiko. Pengetahuan yang baik, didukung tools BTKI Online yang tepat, akan membantu Anda menjaga kepatuhan, mempercepat proses impor, serta meningkatkan efisiensi bisnis secara keseluruhan.


0 komentar
Posting Komentar