2019-01-21

Poin Penting dan Kelemahan Permendagri No 112 Tahun 2018 Tentang Pembentukan UKPBJ

Author -  Lubis Muzaki

Upaya dalam menjamin pelaksanaan pengadaan barang/jasa agar lebih terintegrasi sesuai dengan tujuan, prinsip dan etika pengadaan barang/jasa pemerintah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 112 Tahun 2018 tentang Pembentukan UKPBJ. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk UKPBJ yang merupakan lembaga struktural dan permanen. UKPBJ nantinya memiliki tugas menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.


Poin Penting dan Kelemahan Permendagri No 112 Tahun 2018



Poin-poin penting dan kelemahan perihal Permendagri No. 112 tahun 2018 kami jelaskan dibawah ini.
  1. Tugas besar yang diemban oleh UKPBJ adalah mengoptimalkan pelaksanaan layanan yang mencakup pelaksanaan tender oleh Pokja Pemilihan, pengelolaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) oleh LPSE, advokasi permasalahan dan pembinaan SDM. Pembinaan SDM di sini bukan semata hanya pada anggota UKPBJ namun meliputi keseluruhan pelaku pengadaan mulai dari Pengguna Barang/Jasa, Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, Pokja Pemilihan, Agen Pengadaan, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), dan Penyedia/Rekanan.
  2. UKPBJ di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota menempatkan UKPBJ di bawah Sekretariat Daerah dan harus bertanggungjawab kepada sekretaris daerah melalui asisten yang melaksanakan fungsi di bidang administrasi pembangunan. Klasifikasi untuk pemerintah provinsi UKPBJ kelas A dalam bentuk Biro Pengadaan (eselon II B) dan Kelas B dalam bentuk Bagian Pengadaan (eselon III A). Klasifikasi untuk Pemerintah Kabupaten/Kota UKPBJ Kelas A dalam bentuk Bagian Pengadaan (Eselon III A) dan Kelas B dalam bentuk Sub Bagian Pengadaan (eselon IV A).
  3. Klasifikasi berdasarkan hasil perhitungan indikator teknis dan Nomenklatur berupa rata-rata jumlah paket pengadaan 3 tahun terakhir, rata-rata jumlah paket konstruksi 3 tahun terakhir, rata-rata jumlah paket pengadaan barang 3 tahun terakhir, rata-rata jumlah paket jasa konsultansi 3 tahun terakhir, rata-rata jumlah paket jasa lainnya 3 tahun terakhir, jumlah pemegang sertifikat Ahli PBJ, jumlah Organisasi Perangkat Daerah, jumlah kelurahan/desa, dan jumlah penyedia terdaftar pada LPSE. 
  4. Kelas A dibentuk apabila total skor variabel lebih dari 500 (lima ratus). Kelas B dibentuk apabila total skor variabel maksimal atau di bawah 500 (lima ratus).
Kelemahan dari penetapannya Permendagri No. 112 Tahun 2018 ini adalah Kementerian Dalam Negeri hanya fokus pada pembentukan kelembagaan UKPBJ berbasis beban kerja 3 tahun terakhir. Kementerian Dalam Negeri tidak memperhitungkan permasalahan kuantitatif yang terjadi pada setiap tender/lelang, yaitu permasalahan intervensi dan kriminalisasi pengadaan. Permasalahan tersebut tidak terukur, namun menjadi permasalahan utama dalam pelaksanaan proyek tender barang/jasa.

Sebagaimana kita ketahui bersama, intervensi dan kriminalisasi pengadaan menjadi fokus utama perlunya pembentukan UKPBJ yang independen dalam pengambilan keputusan, bukan hanya permanen dan struktural semata.

Independensi ini bisa dicapai secara ideal apabila para Pokja Pemilihan berada di bawah UKPBJ Nasional lepas dari kekuasaan Kepala Daerah. Namun mengingat ide UKPBJ Nasional belum realistis untuk saat ini, maka posisi UKPBJ paling tidak harus disetarakan dengan posisi Pengguna Anggaran (PA). Meskipun belum bisa lepas dari intervensi dan kriminalisasi, namun paling tidak posisinya tidak kalah dan tidak di bawah Pengguna Anggaran (PA) sehingga peluang intervensi dan kriminalisasi bisa diminimalisir.

Apalagi dengan posisi Eselon II, maka Jabatan Kepala Badan Pengadaan akan melalui proses lelang jabatan. Dengan demikian, tidak mudah bagi kepala daerah untuk mengganti sesuka hati bila hasil pelelangan tidak sesuai dengan kepentingan dan keinginannya. Sedangkan model UKPBJ versi Permendagri No. 112 tahun 2018 ini, posisi Kepala UKPBJ hanya "kuat" pada jabatan Kepala Biro Pemerintah Provinsi karena melalui proses lelang jabatan. Sedangkan pada posisi lainnya yaitu Kepala Bagian Pengadaan yang hanya eselon III A atau Kepala Sub Bagian Pengadaan yang hanya eselon IV A sangat rentan untuk diintervensi dan digonta-ganti setiap saat tergantung dari hasil tender apakah memuaskan para pihak atau tidak. Dan model ini rawan sekali mengalami pelemahan kelembagaan.

Oleh karena itu, bila kita ingin mereformasi tata kelola pengadaan barang/jasa, maka selain opsi pembentukan UKPBJ Nasional maka opsi pembentukan Badan Pengadaan harus kembali dipertimbangkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Kalaupun Kementerian Dalam Negeri ngotot dengan format yang ada pada Permendagri No.112 Tahun 2018, maka jabatan Kepala UKPBJ apapun bentuknya harus melalui seleksi terbuka/lelang jabatan.

Berikut Terlampir Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 112 Tahun 2018 Perihal Pembentukan UKPBJ di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.


0 komentar

Post a Comment