2020-01-29

Ini Lho Perbedaan Analisa BOW, SNI, dan Kontraktor

Author -  Lubis Muzaki

Pengelolaan manajemen konstruksi penting sekali untuk dilakukan, khususnya yang berkaitan dengan anggaran biaya. Dalam membuat rencana anggaran biaya (RAB), kontraktor harus dapat memastikan RAB proyek yang dibuat merupakan rencana anggaran yang efisien dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya pada penyusunan anggaran biaya ini terdapat metode perhitungan di antaranya metode BOW, SNI, dan metode perhitungan kontraktor.



Dalam sebuah bisnis termasuk usaha jasa konstruksi, perkiraan biaya dalam mengerjakan sebuah proyek memegang peranan penting. Karena keuntungan finansial yang akan didapatkan oleh kontraktor tergantung pada kecakapannya membuat perkiraan biaya, mulai dari perencanaan sumber daya seperti material, tenaga kerja, maupun waktu.

Untuk itu diperlukan suatu sarana dasar perhitungan harga satuan yaitu Analisa Biaya Konstruksi (ABK). Para kontraktor lebih cenderung menghitung harga satuan pekerjaan berdasarkan dengan analisa mereka sendiri yang didasarkan atas pengalaman terdahulu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan konstruksi, walaupun tidak terlepas dari analisa BOW dan SNI.


Elemen Analisa Satuan Pekerjaan


Dalam RAB diperlukan harga satuan pekerjaan yang terdiri dari 3 jenis harga, yaitu harga satuan bahan, harga satuan tenaga dan harga satuan alat. Harga-harga tersebut harus diketahui terlebih dahulu dari hasil survey lapangan di mana proyek tersebut dilaksanakan.

Kemudian harga-harga satuan ini dikalikan dengan setiap koefisien yang telah ditentukan. Sehingga menjadi harga bahan, upah atau tenaga dan alat yang akan dijumlahkan menjadi harga satuan pekerjaan. Dengan kata lain, besar atau kecilnya harga satuan pekerjaan tergantung dari jumlah ketiga harga satuan tersebut yang dipengaruhi oleh:

  • Harga satuan bahan dipengaruhi ketelitian perhitungan kebutuhan bahan dari jenis-jenis pekerjaan.
  • Harga satuan alat dapat disewa atau diinvestasi sesuai kondisi lapangan, efisiensi alat, metode pelaksanaan, jarak angkut dan pemeliharaan setiap jenis alat.
  • Harga satuan upah atau tenaga dipengaruhi tingkat produktivitas dari pekerja.
 

Analisa BOW


Dalam menyelesaikan analisa BOW dalam RAB dapat dibuat dengan pendekatan SNI. Analisa BOW sendiri berasal dari penelitian zaman Belanda saat dahulu kala yang dirasa sudah tidak lagi relevan dengan biaya saat ini.

Penggunaan analisa BOW dapat menyebabkan pembengkakan RAB terutama pada angka koefisien tenaga. Sedangkan dalam pembuatan RAB dibutuhkan biaya yang seharusnya menggambarkan kondisi lapangan yang sebenarnya.

Kelemahan analisa BOW
  1. Merupakan produk lama yang belum diupdate sehingga sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.
  2. Analisa BOW mengharuskan adanya koefisien kebutuhan kepala tukang pada setiap pekerjaan, kenyataannya dalam pelaksanaan pekerjaan belum tentu menggunakan jasa kepala tukang yang akhirnya membuat hasil perhitungan RAB menjadi jauh lebih besar.
  3. Munculnya jenis item pekerjaan baru yang tidak tercantum di dalam analisa BOW, seperti adanya bahan bangunan tipe baru maka belum ada dalam analisa BOW.
  4. Perkembangan teknologi khususnya dalam dunia konstruksi telah menghasilkan berbagai penemuan alat-alat proyek baru, contohnya alat berat yang belum ada di dalam analisa BOW.

Analisa SNI


Sistem penyusunan RAB menggunakan analisa SNI dan analisa BOW memiliki metode perhitungan yang hampir sama. Bisa dikatakan dasar perhitungan kedua analisa tersebut sama secara metode. Metodenya meliputi daftar koefisien bahan, upah dan alat yang sudah ditetapkan.

Kemudian koefisien akan digunakan untuk menganalisis harga yang akan digunakan sebagai harga satuan pekerjaan yang tercantum dalam RAB. Jadi bisa ditarik benang merah bahwa metode perhitungan analisa BOW sama dengan analisa SNI. Hanya terdapat perbedaan pada nilai angka koefisiennya yang mana angka koefisien SNI lebih sesuai di zaman sekarang.


Metode Perhitungan Kontraktor


Pihak kontraktor biasanya menentukan koefisien bahan, upah dan alat secara manual berdasarkan jumlah bahan dan upah yang digunakan. Dalam menentukan koefisin tersebutm kontraktor juga membandingkan koefisien yang ada pada BOW, SNI, dan berdasarkan pengalaman kontraktor terdahulu dalam mengerjakan proyek sebelumnya.

Berikut ini kami berikan contoh kontraktor dalam mendapatkan koefisien bahan, upah dan alat:

Misalnya untuk pengerjaan bekisting kolom, digunakan kayu 5/7 dan 8/6 dengan volume pengerjaan 85,85 m3 maka dihitung dengan cara sebagai berikut:

  • 5/7 = 85,85 x 0,05 x 0,07= 0,300475 m3 .......................(a)
  • 8/6 = 85,85 x 0,08 x 0,06 = 0,412080 m3.......................(b)

Digunakan plywood dengan tebal 15 mm dan luasnya 6 m2. Namun plywood yang ada di pasaran seluas 2,88 m2. Setelah itu, kontraktor dapat menghitung harga satuan bahan dengan cara mengalikan koefisien yang didapatkan dalam perhitungan di atas dengan harga satuan bahan yang ada di lapangan :

Untuk kayu 5/7 = a/b x harga satuan bahan, maka harga satuan bahan yang didapat adalah

= a/b x harga satuan bahan
= (0,300475/0,412080) x Rp.206.92800
= Rp. 150.885,001


Untuk kayu 8/6 = a/b x harga satuan bahan, maka harga satuan bahan yang didapat adalah

= a/b x harga satuan bahan
= (0,300475/0,412080) x Rp. 228.609,00
= Rp. 166.694,063

Sedangkan untuk harga satuan plywood dengan tebal 15 mm adalah

= (luas yang dibutuhkan/luas yang ada di pasaran) x harga satuan bahan
= (6/2,88) x Rp. 26.786,00
= Rp. 55.804,167

Untuk koefisien upah, dapat dihitung dengan cara membagi jam produktivitas dalam sehari dengan jam kerja efektif untuk setiap pekerja dalam mengerjakan suatu pekerjaan.

Misalnya jam efektif sesorang pekerja dalam sehari adalah 7 jam. Sedangkan jam produktivitas pekerja dapat diasumsikan berdasarkan jam kerja untuk setiap pekerja, misalnya untuk mandor dalam sehari hanya bekerja selama 2 jam karena terkadang mandor hanya memonitor pekerjaan yang ada di lapang, dan pekerja/tukang dalam sehari bekerja selama 5 jam karena pekerja tersebut hanya bekerja untuk pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan yang ada di lapang.

Maka dengan asumsi tersebut, kontraktor dapat menghitung koefisien untuk upah pekerja sebagai berikut:

Untuk koefisien upah mandor = jam produktivitas mandor/jam efektif

= 2 jam/7 jam
= 0,2857

Untuk koefisien upah pekerja = jam produktivitas pekerja/jam efektif

= 5 jam/7 jam
= 0,7143

Sehingga didapatkan harga satuan upah dengan cara mengalikan koefisien yang didapatkan dalam perhitungan di atas dengan harga satuan upah yang berdasarkan upah untuk daerah setempat:

Mandor = 0,2857 x Rp.50.000= Rp. 14.285
Pekerja = 0,7143 x Rp.35.000= Rp. 5.000,5

Dalam prakteknya, konsultan perencana atau kontraktor biasanya tidak melakukan analisa berulang kali setiap mengerjakan proyek tender. Analisa angka acuan dasar akan dipakai berulang kali dan yang akan dilakukan penyesuaian adalah angka material bangunan serta upah pekerja yang biasanya selalu berfluktuasi naik turun mengikuti tingkat inflasi.

Demikianlah ulasan mengenai perbedaan analisa BOW, SNI dan metode perhitungan kontraktor. Semoga bermanfaat!

1 komentar: