Kontrak Multiyears (Tahun Jamak): Definisi, Permasalahan dan Contohnya

Author -  Lubis Muzaki

Bagi pihak yang sering terjun dalam proses pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa (PBJ) atau Procurement, pastinya tidak asing dengan istilah-istilah dalam PBJ serta berbagai jenis kontrak yang berlaku. Jenis-jenis kontrak ini pastinya memiliki beragam karakteristik yang dapat mengikat antara PPK dan Penyedia. Namun kali ini kami akan membahas secara khusus mengenai karakteristik kontrak tahun jamak (multiyears).

Apabila didasarkan pada jangka waktunya, kontrak pengadaan barang/jasa dibagi menjadi dua jenis, yaitu Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Tahun Jamak (Multiyears). Kontrak Tahun Tunggal merupakan Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran. Jika dalam pelaksanaannya, Kontrak Tahun Tunggal mengalami kelanjutan atas pekerjaannya pada tahun anggaran berikutnya, maka dalam pengaturannya harus dilakukan perubahan kontrak untuk pencantuman sumber dana/DIPA tahun anggaran berikutnya, yang akhirnya menunjukkan kontrak tersebut berubah menjadi kontrak multiyears.


Kontrak Tahun Jamak (KTJ) sendiri merupakan kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani APBN lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Akan tetapi, tidak semua pekerjaan menggunakan Kontrak Tahun Jamak, hanya pekerjaan yang secara karakteristik tidak bisa diselesaikan dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran saja yang dapat menggunakan KTJ. Kontrak Tahun Jamak itu sendiri terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni
  1. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan atau lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran; atau
  2. pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dan paling lama 3 (tiga) Tahun Anggaran.
Di dalam proses pengadaan barang/jasa yang menggunakan keuangan negara, setelah ditetapkannya pemenang lelang, maka tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah penandatanganan kontrak antara Penyedia dan Pejabat Pembuat Komitmen (“PPK”). Namun, Penandatanganan Kontrak Tahun Jamak ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang.
Selanjutnya, apabila memperhatikan alur dan syarat sah kontrak tersebut di atas, pada prinsipnya Kontrak Multiyears mempunyai karakteristik sama dengan Surat Pesanan yang memiliki perjanjian bersyarat dimana penandatanganan akan dilakukan “hanya jika telah mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang”.

Perpres 16/2018 ini tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai siapakah “pejabat berwenang” yang dimaksud. Namun demikian, “pejabat berwenang” tersebut jelas merupakan pihak ketiga di luar perjanjian (di luar PPK dan Penyedia) yang dapat memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan kontrak.

Terkait hal tersebut, seringkali didapati permasalahan dalam kontrak tahun jamak dimana perjanjian terlanjur ditandatangani sebelum mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang sehingga ketika Kontrak Tahun Jamak tersebut dinyatakan “tidak lolos persetujuan pihak berwenang” (Misalnya pihak DPR RI atau Menteri Keuangan melakukan penolakan anggaran), PPK kemudian melakukan penghentian layanan/pengakhiran kontrak dan menolak untuk melakukan pembayaran, padahal perjanjian telah berjalan dan sebagian prestasi telah dipenuhi oleh Penyedia. Artinya, dalam hal ini terdapat tindakan sepihak yang dilakukan PPK terhadap Penyedia karena ada “produk dari pihak ketiga di luar Kontrak” yang mempengaruhi isi kontrak tersebut. Adanya tindakan PPK demikian menjadikan Penyedia terpaksa membawa permasalahan tersebut kepada ranah hukum, baik melalui pengadilan atau arbitrase sesuai klausula Kontrak.

Oleh karenanya timbul satu pertanyaan yang mengemuka:

Dalam suatu kontrak pengadaan barang/jasa yang notabene merupakan hubungan privat antara PPK dan Penyedia, apakah dibenarkan suatu pihak ketiga mempengaruhi isi perjanjian sehingga PPK kemudian menghentikan layanan/mengakhiri perjanjian?

PPK dan Penyedia dalam Kontrak Tahun Jamak Tunduk Pada Hukum Perdata

Sesuai dengan esensi hukum perdata, ketika para pihak antara PPK dan Penyedia bermaksud untuk mengikatkan diri untuk menandatangani suatu kontrak, maka haruslah memenuhi syarat-syarat sah kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yakni:
  • cakap subyek hukumnya;
  • adanya kesepakatan;
  • adanya hal tertentu yang diperjanjikan; dan
  • terpenuhinya kausa yang halal
Apabila telah terpenuhi syarat-syarat sah kontrak di atas maka sesuai ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, isi kontrak tersebut telah mengikat para pihak layaknya undang-undang baginya dan para pihak wajib untuk menjalankan ketentuan-ketentuan kontrak dengan itikad baik (pacta sunt servanda).

Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata telah mengamanatkan bahwa “perjanjian hanya berlaku dan mengikat bagi pihak-pihak yang menandatanganinya saja”. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa pihak ketiga di luar kontrak jelas tidak dapat mempengaruhi pelaksanaan kontrak tersebut. Sebaliknya, para pihak dalam kontrak tidak mempunyai suatu kewajiban untuk mengikuti kebijakan yang diberlakukan pihak ketiga tersebut.

Apabila dikaitkan dengan permasalahan di atas, kiranya jawaban dapat diberikan sebagai berikut:
  • Suatu proses pengadaan barang/jasa yang tunduk pada Perpres 16/2018 mulai dari penyusunan Rencana Umum Pengadaan (RUP) oleh Pengguna Anggaran sampai dengan diumumkan/ditetapkannya pemenang lelang merupakan produk tata usaha negara (“TUN”) yang dilakukan oleh pejabat TUN sehingga tunduk pada ranah TUN;
  • Namun demikian, jika dalam hal telah ditandatanganinya kontrak antara PPK dan Penyedia yang memenuhi syarat-syarat sah kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka hubungan hukum PPK dan Penyedia adalah menjadi murni hubungan hukum privat/perdata yang tunduk pada ketentuan dalam KUHPerdata;
  • Sesuai dengan ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya saja, maka “pihak berwenang” yang notabene merupakan pihak ketiga sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat 9 Perpres 16/2018 semestinya tidak dapat mempengaruhi pelaksanaan kontrak yang ditandatangani oleh PPK dan Penyedia.
Contoh kontrak tahun jamak antara lain: pekerjaan pembangunan gedung bertingkat dapat menggunakan skema KTJ, karena secara karakteristik tidak bisa diselesaikan dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran. Atau contoh lain, yaitu penanaman benih/bibit atau kegiatan penghijauan yang menjadi program pemerintah.
Kesimpulan

Di dalam Pasal 27 ayat 9 Perpres 16/2018 disebutkan bahwa, “Kontrak Tahun Jamak harus melalui persetujuan dari pejabat berwenang” menyebabkan pendapat dari para ahli pengadaan dan ahli hukum terbelah. Spekulasipun muncul bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan asas hukum perdata sebagaimana diatur oleh ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata karena pihak ketiga yang bukan merupakan pihak penandatangan kontrak dapat menerobos masuk dan mempengaruhi keberlangsungan kontrak. Dengan alasan “penolakan persetujuan pejabat berwenang” di atas semestinya tidak bisa dijadikan pembenaran bagi PPK untuk memutus kontrak dan tidak memenuhi kewajiban pembayaran prestasi kerja kepada Penyedia.

0 komentar

Post a Comment