Kalian pernah nggak pake kasur dan bantal dengan isian kapuk? Bagi generasi baby boomer dan sebagian generasi milenial mungkin sangat akrab dengan yang namanya kasur dan bantal kapuk. Di zaman modern seperti saat ini, sayangnya alas tidur yang berisi buah pohon randu (Ceiba pentandra) itu sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat karena kehadiran springbed dan kasur spon.
Berbeda dengan springbed yang harus diganti ketika per pegas dan bantalan busanya kendor/kempes, kasur kapuk relatif awet. Bentuk dan kenyamanan kasur kapuk dapat dengan mudah kembali seperti semula setelah dijemur di bawah terik sinar matahari. Kalaupun kain penutup kasurnya harus diganti, isian berupa kapuk di dalamnya tetap bisa dipergunakan lagi.
Pohon kapuk sumber: akun official X Kebun Raya Bogor |
Pada masa jayanya, sebelum tahun 80-an beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah bahkan NTT menjadi sentra penghasil kapuk yang tak hanya diperlukan untuk kebutuhan di dalam negeri, tetapi juga diekspor hingga keluar negeri, lho. Akankah, nanti penggunaan kasur kapuk akan bangkit kembali? Who knows, ya.
Salah satu keunggulan kasur dan bantal dengan isian kapuk ini adalah dapat memberikan kelembutan, kelenturan, dan sirkulasi udara yang baik. Selain itu, penggunaan kapuk untuk isian kasur atau bantal dapat mendukung prinsip keberlanjutan atau sustainable living. Serat kapuk adalah bahan alami yang dapat diperbaharui dan memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan springbed atau kasur busa yang terbuat dari bahan sintetis.
Kita ketahui bersama bahan sintetis ini juga biasa ditemukan pada pakaian. Jika kalian belanja pakaian di marketplace atau melihat pada bagian label baju biasanya terdapat deskripsi bahan seperti nilon, poliester, dan sejenisnya. Itu merupakan bahan-bahan sintetis.
Tahukah kamu jika bahan-bahan tersebut berasal dari bentuk plastik yang dihasilkan dari minyak bumi? Bahan-bahan ini tidak dapat terurai secara alami. Jika tidak terurai secara alami, artinya akan berakhir dibakar atau dibuang di tempat pembuangan sampah, dimana akan tetap ada atau tidak terurai selama berabad-abad.
Tak sampai di situ saja. Studi menunjukkan bahwa jika bahan-bahan ini terbuang di laut, maka serat-serat ini melepaskan serat mikro yang dapat mencemari lautan, merusak ekosistem laut, dan beresiko masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan laut yang kita konsumsi.
Menurut the World Resource Institute produksi poliester melepaskan emisi gas rumah kaca yang setara dengan 185 pembangkit listrik berbahan batubara setiap tahunnya. Sementara itu Ellen McArthur Foundation mengeluarkan rilisnya bahwa dunia membuang satu truk sampah tekstil (sekitar 12 hingga 14 ton) setiap detiknya.
Jika tidak ada tindakan apapun yang bisa kita lakukan untuk mengatasi ini semuanya, tentu sangat membahayakan kehidupan kita, bukan?
Belum Lagi, Banjirnya Limbah Menjelang Dan Setelah Tahun Politik
Menjelang tahun politik seperti sekarang ini sering kali menjadi berkah bagi para pelaku industri tekstil dan produk tekstil. Namun, dibalik itu fenomena yang kurang menggembirakan juga turut mengiringi, yaitu banjirnya pesanan kaos partai yang berakhir menjadi sampah fashion.
Kaos partai yang awalnya dirancang untuk mempromosikan dukungan terhadap kandidat atau partai politik tertentu seringkali berakhir terbuang sia-sia, menciptakan dampak negatif bagi lingkungan dan keberlanjutan.
Fenomena ini dalam banyak hal berkaitan dengan tren "fast fashion" yang telah mendominasi industri pakaian selama beberapa dekade terakhir. Konsep "fast fashion" mengarah pada produksi pakaian yang cepat, murah, dan seringkali tidak tahan lama.
Pakaian atau kaos politik diproduksi dengan cepat untuk digunakan sebagai alat kampanye, kemudian hanya dipakai beberapa kali lanjut dibuang. Setelah kampanye selesai, kaos-kaos ini sering kali diabaikan dan akhirnya berakhir di tempat pembuangan sampah. Beruntung jika ada yang tetap menggunakannya.
Biasanya, bapak-bapak atau pekerja kasar adalah kaum yang paling banyak masih mau memakai kaos partai saat di rumah ataupun saat bekerja. Berdasarkan hasil pengamatan saya bertahun-tahun, masyarakat kelas menengah atas baik di kampung maupun di kota-kota enggan memanfaatkan kaos partai ini kembali. Dan tidak hanya pemilu lho, ya. Tapi ada juga Pilkada, bahkan Pilkades yang menggunakan alat kampanye berupa bagi-bagi kaos seperti ini.
Dalam menghadapi fenomena dari pesta demokrasi ini, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampak negatifnya yaitu:
1. Desain Kaos atau Kemeja yang Lebih Netral. Partai politik dan anggota partai dapat mempertimbangkan untuk merancang kaos atau kemeja dengan desain yang lebih netral namun tetap mengidentifikasikan afiliasi politik. Ini akan membuat penerima kaos atau kemeja merasa lebih nyaman untuk menggunakannya kembali dalam situasi sehari-hari.
2. Mengganti alat kampanye berupa baju/kaos kampanye menjadi tas reusable atau aksesoris lainnya yang bisa digunakan berungkali. Tas reusable, misalnya, dirancang untuk digunakan berulang kali dalam berbagai situasi sehari-hari, baik saat berbelanja, pergi ke kantor, atau sekadar berjalan-jalan.
Aksesoris lainnya seperti gantungan kunci juga memiliki potensi penggunaan yang lebih panjang daripada baju kampanye.
3. Memanfaatkan Sosial Media untuk Kampanye Politik. Partai politik dan kandidat dapat memanfaatkan platform-platform ini untuk melakukan kampanye politik tanpa harus memperbanyak jumlah kaos partai yang diproduksi dan dibagi-bagi.
Sampah pasca pemilu yang tak kalah mengerikannya selain alat kampanye Parpol dan Anggota Parpol adalah logistik pemilu seperti kotak suara dan kertas surat suara. Pantauan yang saya dapat dari bawaslu.go.id menjelaskan bahwa sejauh ini belum ada klausul yang jelas dan tegas dalam regulasi kepemiluan yang mengatur terhadap kepedulian lingkungan. Termasuk, konsep paper upcycling yang dapat mengubah kertas bekas menjadi produk yang lebih bernilai daripada sekadar limbah.
Puluhan ton kertas dan ribuan kotak suara di halaman KPU Karawang (2015) via Detik.com. |
Seperti yang disampaikan Herwyn JH Malonda (06/2023) selaku anggota Bawaslu bahwa apabila hal tersebut tidak dipikirkan, sampah logistik pemilu dapat kembali menjadi limbah yang cenderung berlawanan dengan narasi pemilu ramah lingkungan yang digagas Bawaslu hingga berujung membahayakan lingkungan hidup.
Untuk mendukung pemilu ramah lingkungan, menurut saya yang perlu dilakukan adalah:
1. Meminta kampanye caleg dan tim sukses untuk melakukan lebih dari sekadar promosi politik. Konkretnya, selain meminta dukungan suara, caleg dan tim sukses juga dapat memberikan pelatihan-pelatihan terkait daur ulang sampah kepada masyarakat. Ibarat pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, yakni mendorong perubahan sosial dengan memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesadaran akan isu lingkungan, dan mempromosikan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Pada akhirnya, ini adalah pendekatan yang menawarkan lebih dari sekadar suara elektoral; ini adalah langkah-langkah menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan, di mana politik tidak hanya berkutat pada jabatan, tetapi juga pada pengaruh positif yang dapat diciptakan.
2. Penerapan sistem pemungutan suara elektronik atau e-voting dalam proses pemilihan umum. Tradisionalnya, pemilu menggunakan banyak kertas untuk mencetak surat suara, petunjuk, dan dokumen terkait lainnya. Penggunaan e-voting mengurangi kebutuhan akan kertas secara signifikan, mengurangi penebangan pohon dan produksi limbah kertas yang merugikan lingkungan.
Kertas ataupun kain untuk kampanye tetap dibutuhkan dalam pemilu baik pemilu dengan penerapan e-voting atau lebih-lebih pemilu secara tradisonal, namun sudah selayaknya gunakan produk yang proses pembuatannya menerapkan konsep ramah lingkungan dan berkelanjutan, kan? Apakah ada?
Nyatanya kesadaran akan risiko dari produksi fashion dari bahan sintetis dan juga produk kertas yang menimbulkan banyak polutan, juga dirasakan oleh industri yang bertanggung jawab.
Teman-teman mungkin asing dengan material viscose? Namun tentu tidak asing dengan produk kertas Paper One, bukan?
Tangkapan layar dari paperone.co.id |
Oke, saya coba jelaskan. Material viscose sendiri, terbuat dari 100% serat kayu, sehingga dapat terurai secara alami di tanah, dan tidak merusak lingkungan. Produsen terbesar viscose di dunia adalah Asia Pacific Rayon (APR) yang tergabung dalam Royal Golden Eagle (RGE). APR merupakan produsen viscose rayon terintegrasi pertama di Asia yang mengelola mulai dari perkebunannya hingga produk serat viscose yang memiliki nilai tambah.
Viscose RGE Group dapat menjadi alternatif bahan yang berkelanjutan dibandingkan menggunakan serat sintetis seperti nilon, poliester, dan akrilik. Terlebih lagi, kualitas viscose yang sangat ringan dan lembut ketika disentuh menjadikannya pilihan ideal untuk mendukung perkembangan sustainable fashion. Bahan ini tidak hanya cocok untuk digunakan sebagai pakaian, tetapi juga untuk produk-produk lain seperti selimut, facial mask, tissue, dan berbagai kreasi lainnya yang ramah lingkungan.
"Satu saudara" dengan viscose karena bahan mentah (raw material) yang digunakan sama, Paper One yang merupakan salah satu produk kertas dari APRIL (Asia Pacific Resources International Holding Ltd) juga tergabung dalam RGE Group. Produk APRIL Group berkualitas tinggi ini telah digunakan jutaan orang setiap hari di seluruh dunia.
RGE, tak hanya menjadi pemain utama dalam industri pulp, kertas, dan serat viscose, tetapi juga telah melangkah lebih jauh. Perusahaan induk ini merangkul beragam sektor, termasuk pengembangan sumber daya energi seperti minyak dan gas, serta berbagai produk manufaktur lainnya yang mengedepankan prinsip-prinsip berkelanjutan. Selengkapnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Via tangkapan layar rgei.com |
Antara Pemilu Dan Sustainable Living Bersama RGE
Kualitas hidup yang lebih baik adalah impian bersama setiap individu. Pemilu, jika dilihat dari kacamata penyelenggaraannya memiliki tujuan untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin bangsa di pusat maupun di daerah, yang pada akhirnya tugas mereka adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Namun, dalam perjalanan menuju tujuan mulia ini, apakah kita benar-benar mempertimbangkan dampak lingkungan dari penyelenggaraannya? Rasa-rasanya belum, ya?
Coba amati deh di sekitar, kita seringkali menjumpai bahan-bahan sintetis dalam bentuk spanduk kampanye dan kaos partai saat Pemilu berlangsung. Kemudian, belum nanti saat pelaksanaan dan juga pasca Pemilu akan dihasilkan limbah kertas surat suara dan kotak suara yang dibuang begitu saja.
Jika tidak ada kepedulian akan hal ini, rasa-rasanya penyelenggaraan pemilu bertentangan dengan tujuan dari Pemilu, ya? Oleh karena itu, menurut saya untuk menghasilkan pemimpin bangsa yang memegang amanat UUD 1945 Pasal 28 H (menjamin hak setiap warga negara untuk hidup dalam lingkungan yang baik dan sehat), haruslah dimulai dengan pelaksanaan Pemilu yang juga berprinsip pada ramah lingkungan.
Lain dari obrolan tentang pemilu dan pemimpin bangsa, RGE telah lama menjadikan peningkatan kualitas hidup masyarakat sebagai tujuan utamanya. Perusahaan ini tidak hanya berbicara tentang pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga tentang bagaimana pertumbuhan itu dapat diarahkan menuju dampak positif yang lebih luas bagi masyarakat, lingkungan, bahkan negara.
Perusahaan RGE ini tidak hanya berfokus pada meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui produk-produk yang dihasilkan seperti kain dan kertas, tetapi juga memiliki peran penting dalam memperbaiki pendapatan masyarakat. RGE memiliki lebih dari 60.000 karyawan di seluruh dunia yang bekerja di sejumlah anak perusahaannya.
Perusahaan ini menjalankan kegiatan usaha manufaktur di berbagai belahan dunia mulai dari Indonesia, Tiongkok, Brasil, Spanyol dan Kanada, dengan kantor perusahaan dan pemasaran di Singapura, Malaysia, Thailand, Hongkong, Jepang, Korea, India, Uni Emirat Arab, Swiss dan Australia. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan di bawah naungan RGE Group juga turut serta meningkatkan ekonomi masyarakat sebagai bentuk dari bisnis yang berkelanjutan.
Dengan bantuan operasional RGE, banyak daerah yang sebelumnya terpencil kini telah berkembang menjadi kota, meningkatkan standar hidup bagi banyak masyarakat lokal. Kehadiran RGE turut serta membantu mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah, yang memberikan manfaat pada sektor ekonomi lokal dan nasional serta berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi daerah masing-masing.
RGE memahami bahwa kekayaan lingkungan adalah warisan yang harus dilindungi. Melalui program-programnya, RGE aktif dalam upaya pelestarian hutan, konservasi air, dan praktik berkelanjutan lainnya. Dengan menghargai alam, RGE mewariskan lingkungan yang sehat dan lestari kepada generasi mendatang.
Siapa tahu, dari pertanyaan sederhana di awal artikel ini, mungkin juga nantinya RGE melakukan konservasi pohon randu kapuk yang terintegrasi, mendukung keanekaragaman hayati, dan mempertahankan lingkungan yang sehat. Lebih dari itu, melalui pemanfaatan potensi pohon ini, akan diciptakan lapangan kerja baru dan nilai tambah ekonomi dari produk-produk turunannya.
Dari buahnya yang bisa dijadikan pengisi kasur dan bantal berkualitas tinggi, hingga serat kasarnya yang bisa diolah menjadi bahan dasar matras, jas hujan, penahan panas, dan peredam suara. Bukan hanya itu, biji buah randu kapuk juga memiliki potensi besar, di mana klenthengnya dapat diolah menjadi minyak pelumas dan minyak lampu.
Akankah Indonesia akan kembali menjadi sentra pohon kapuk randu dan produk turunannya? Biarlah waktu yang menjawabnya. Karena bagaimanapun, RGE dengan sustainable living-nya telah merangsang ekonomi lokal bahkan nasional melalui berbagai produk yang dihasilkan, sementara pada saat yang sama, menjaga keseimbangan alam.
0 komentar
Post a Comment