2025-05-15

Pengadaan Ramah Lingkungan Jadi Wajib: Bedah Perpres 46/2025

Author -  Lubis Muzaki

Krisis iklim telah menjadi realitas yang tidak bisa diabaikan. Dampak nyata seperti banjir suhu ekstrem, dan memburuknya kualitas udara sudah sering terjadi di berbagai kota. Dalam situasi ini, pemerintah mengambil langkah strategis untuk menjadi bagian dari solusi, bukan penyumbang masalah.

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2025, pemerintah menetapkan arah baru dalam kebijakan belanja negara: pengadaan barang/jasa wajib mempertimbangkan aspek lingkungan. Produk ramah lingkungan kini menjadi elemen krusial dalam proses pengadaan, bukan sekadar pilihan tambahan.

Langkah ini menandai pergeseran penting dalam orientasi belanja publik. Pemerintah bukan hanya mengutamakan efisiensi dan harga, tetapi juga dampak jangka panjang terhadap lingkungan hidup. 




Dasar Hukum: Perpres 46/2025


Salah satu perubahan krusial hadir dalam Pasal 1 angka 46b, yang secara eksplisit memperkenalkan definisi formal Produk Ramah Lingkungan Hidup

Dalam regulasi ini, produk ramah lingkungan didefinisikan sebagai barang yang dalam siklus hidupnya menimbulkan dampak minimum terhadap lingkungan, baik dari sisi bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga penggunaan dan pembuangannya.

Lebih lanjut, Pasal 19 ayat (1) huruf d) Perpres ini juga mewajibkan setiap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menggunakan produk ramah lingkungan dalam penyusunan spesifikasi teknis atau kerangka acuan kerja pengadaan barang/jasa. 

Kewajiban ini sejajar dengan prioritas terhadap Produk Dalam Negeri, produk bersertifikat SNI, dan produk dari pelaku usaha mikro dan kecil.


 

Pengadaan Berkelanjutan: Bukan Sekadar Wacana


Perpres 46 Tahun 2025 menegaskan bahwa pengadaan barang dan jasa harus mendorong prinsip-prinsip keberlanjutan untuk menuju ekonomi hijauArtinya, pengadaan harus mempertimbangkan manfaat jangka panjang bagi ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Perubahan ini tercermin dalam Pasal 1 angka 50, yang memperluas definisi Pengadaan Berkelanjutan. Dalam versi terbaru, pengadaan berkelanjutan ditekankan bukan hanya untuk memberikan manfaat bagi instansi pemerintah sebagai pengguna, tetapi juga harus secara signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial, serta memberi manfaat bagi masyarakat luas.

Dengan kebijakan ini, pengadaan pemerintah secara langsung diarahkan menjadi alat strategis dalam penurunan jejak karbon nasional

Setiap rupiah belanja negara ditujukan tidak hanya untuk memperoleh output fisik, tetapi juga outcome yang lebih luas dalam bentuk pengurangan polusi, konservasi sumber daya alam, dan perlindungan lingkungan hidup.

Langkah ini juga selaras dengan agenda pembangunan rendah karbon yang telah menjadi bagian dari rencana jangka menengah dan panjang pemerintah. 

Dengan mengarusutamakan produk ramah lingkungan dalam proses belanja publik, pemerintah secara tidak langsung menciptakan demand pasar yang besar terhadap produk hijau—dan ini menjadi landasan penting dalam mendorong transformasi ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Implikasi untuk Pelaku Usaha

Perubahan regulasi dalam Perpres 46 Tahun 2025 bukan hanya berdampak pada tata kelola pengadaan di sektor publik, tapi juga membawa konsekuensi langsung bagi pelaku usaha di seluruh Indonesia. 

Ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d) secara eksplisit menyebut bahwa setiap penyusunan spesifikasi teknis dalam pengadaan barang/jasa wajib mencantumkan produk ramah lingkungan hidup sebagai salah satu syarat utama. 

Artinya, pelaku usaha yang masih menggunakan bahan, proses, atau sistem produksi yang mencemari lingkungan akan dengan sendirinya tersingkir dari persaingan pasar pengadaan.

Kondisi ini mendorong pelaku usaha untuk melakukan transformasi— sehingga memenuhi sertifikasi terkait produk ramah lingkungan, seperti:

  • Ekolabel dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

  • ISO 14001 untuk Sistem Manajemen Lingkungan

  • Sertifikat produk hijau atau sertifikasi keberlanjutan lainnya yang diakui secara nasional/internasional

Selain menjadi tuntutan regulasi, kepemilikan sertifikasi ini juga menjadi sinyal kepercayaan bagi penyelenggara pengadaan bahwa produk yang ditawarkan memang telah memenuhi standar ramah lingkungan secara objektif.

Bagi pelaku usaha yang tidak siap beradaptasi, risiko terbesar bukan hanya kalah bersaing—tetapi benar-benar tereliminasi dari peluang pasar pengadaan pemerintah.

0 komentar

Post a Comment