2024-06-15

Skema Redesain Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Kos-kosan untuk Meningkatkan Mutu Lembaga Pendidikan

Author -  Lubis Muzaki

Sumber: Asrama Mahasiswa UI Depok (IG Account @ull_life)


Selain permasalahan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi, hal lain yang menjadi kendala bagi mahasiswa yang kurang mampu adalah mahalnya biaya sewa kos-kosan. Bagi banyak mahasiswa, biaya sewa kos merupakan beban finansial selama menempuh pendidikan tinggi. Di berbagai kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta, harga sewa kos-kosan dapat bervariasi. Misalnya, menurut liputan Kompas pada tahun 2023, harga sewa kos-kosan di Surabaya berkisar antara Rp500.000 hingga Rp3 juta per bulan. Biaya ini bisa berbeda, tergantung pilihan tempat kos, yakni kos dengan kamar mandi luar, kamar mandi dalam kamar, dan kamar ber-AC atau dilengkapi dengan fasilitas keamanan.

Biaya sewa kos ini menjadi beban tambahan bagi mahasiswa, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Mahasiswa yang mampu secara finansial (menengah ke atas) cenderung memilih kos-kosan dengan harga lebih mahal dan fasilitas yang lebih lengkap. Sementara itu, mahasiswa dari keluarga kurang mampu biasanya harus mencari kos-kosan yang lebih murah dengan fasilitas yang minim.

Jika dibandingkan dengan biaya UKT per semesternya, biaya sewa kos bisa saja lebih tinggi. Sebagai contoh, di Surabaya, biaya kos termurah adalah sekitar Rp500.000 per bulan. Artinya, dalam satu semester (6 bulan), mahasiswa harus membayar Rp3.000.000 untuk biaya kos saja. Sebagai perbandingan, berikut adalah rincian UKT per semester Fakultas Hukum di Universitas Airlangga yang berhasil dirangkum dari Detik.com:

  • Golongan I: Rp 500 ribu
  • Golongan II: Rp 1 juta
  • Golongan III: Rp 5 juta
  • Golongan IV: Rp 7 juta
  • Golongan V: Rp 8,5 juta
  • Golongan VI: Rp 9 juta
  • Golongan VII: Rp 10 juta


Dengan beban UKT dan biaya sewa kos, pemerintah perlu mencari solusi untuk meringankan biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah skema redesain pemungutan pajak kos-kosan. Dengan memasukkan kos-kosan sebagai objek pajak, pemerintah memastikan bahwa semua sektor ekonomi, terlebih properti yang berada di kawasan perguruan tinggi, turut berkontribusi dalam pengembangan sektor pendidikan melalui pajak.


Sebagai informasi, kos-kosan tidak lagi menjadi objek pajak daerah sejak Januari 2024 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Dengan aturan tersebut, rumah kos-kosan tidak termasuk dalam pengertian hotel sehingga tidak menjadi objek pajak daerah.

Meski kos-kosan dibebaskan dari pajak hotel tentunya tidak sepenuhnya bebas dari kewajiban pembayaran pajak. Dalam hal ini aturan yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dimana usaha kos-kosan akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). 

Di sisi lain, keberadaan kos-kosan dengan jumlah mahasiswa yang besar menjadikan semakin padatnya suatu daerah. Tanpa adanya pengontrol dan penataan kawasan kos, maka kepadatan ini dapat menimbulkan masalah-masalah sosial yang akan semakin besar setiap waktunya, seperti munculnya kawasan kumuh, menipisnya persediaan air bersih, polusi udara, serta banyak masalah kesehatan lainnya.

Nah, dari permasalahan tersebut rasanya perlu ditinjau kembali tarif pajak yang dikenakan untuk pelaku usaha kos-kosan.

Berikut adalah skema redesain PPh kos-kosan yang dapat dipertimbangkan, dengan tujuan untuk melindungi masyarakat sekitar dari timbulnya dampak sosial dan juga untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah dalam dunia pendidikan:


1. Penetapan Tarif Pajak Berbasis Zonasi

  • Zona Tinggi: Kawasan dengan permintaan tinggi, harga sewa tinggi, dan dampak lingkungan signifikan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.
  • Zona Menengah: Kawasan dengan permintaan sedang, harga sewa moderat, dan dampak lingkungan sedang dikenakan tarif pajak menengah.
  • Zona Rendah: Kawasan dengan permintaan rendah, harga sewa rendah, dan dampak lingkungan minimal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah.


2. Mekanisme Pelaporan dan Pengumpulan Pajak

  • Pelaporan Terpusat: Pemilik kos-kosan wajib melaporkan pendapatan dan jumlah kamar yang mereka miliki kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui sistem pelaporan online yang terintegrasi.
  • Pembayaran Pajak: Pembayaran pajak dilakukan secara berkala (misalnya, setiap triwulan atau semester) melalui platform pembayaran elektronik yang disediakan oleh DJP.


3. Penggunaan Dana Pajak untuk Pendidikan

  • Subsidi UKT: Sebagian pendapatan dari PPh kos-kosan dialokasikan untuk subsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
  • Pembangunan Asrama Mahasiswa: Dana pajak digunakan untuk pembangunan asrama mahasiswa yang terjangkau, terutama di daerah dengan konsentrasi perguruan tinggi.
  • Program Beasiswa: Pendapatan pajak juga dialokasikan untuk program beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu.


4. Insentif untuk Pemilik Kos-Kosan

Pemilik kos-kosan yang menetapkan harga sewa di bawah harga pasar rata-rata dapat memperoleh insentif pengurangan tarif pajak.


5. Pendataan dan Klasifikasi Kos-Kosan

  • Survei Nasional: DJP bekerja sama dengan pemerintah daerah melakukan survei nasional guna mendata dan mengklasifikasikan semua kos-kosan berdasarkan zona dan fasilitas yang disediakan.
  • Database Terintegrasi: Dibangun database terintegrasi yang memuat informasi lengkap tentang kos-kosan, termasuk lokasi, jumlah kamar, fasilitas, dan tarif sewa.


Dengan skema redesain pajak penghasilan (PPh) kos-kosan, diharapkan tercipta sistem perpajakan yang menjunjung tinggi asas equality (keadilan). Pendapatan dari pajak kos-kosan tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi lembaga pendidikan, khususnya bagi mahasiswa yang menjadi bagian di dalamnya. 

0 komentar

Post a Comment