2025-11-13

Surat Keterangan Asal (SKA): Fungsi, Jenis, dan Cara Pengajuannya untuk Ekspor

Author -  Lubis Muzaki



Bagi banyak pelaku usaha, salah satu tantangan terbesar dalam memasuki pasar internasional adalah besarnya beban tarif impor yang dikenakan oleh negara tujuan. Bea masuk yang tinggi dapat menggerus daya saing harga, membuat produk sulit bersaing dengan pemasok dari negara lain yang telah lebih dulu menikmati fasilitas tarif preferensi. Tidak jarang, eksportir sudah memiliki produk yang kuat dan permintaan pasar yang potensial, tetapi terhambat oleh biaya masuk yang tidak kompetitif.

Di sinilah Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO) berperan sebagai solusi strategis. SKA berfungsi sebagai bukti resmi yang menyatakan negara asal barang, dan dokumen inilah yang menjadi dasar bagi otoritas bea cukai untuk menentukan apakah suatu komoditas berhak mendapatkan perlakuan tarif preferensial berdasarkan perjanjian dagang. Melalui SKA, eksportir dapat mengakses pengurangan hingga pembebasan bea masuk, sehingga harga produk menjadi lebih terjangkau dan kompetitif di pasar tujuan.

Dalam berbagai perjanjian perdagangan—baik bilateral, regional, maupun multilateral—SKA menjadi instrumen utama untuk membuka pintu fasilitas tarif tersebut. Meski demikian, tidak semua ekspor wajib dilengkapi SKA, dan setiap jenis SKA memiliki fungsi serta manfaat tarif yang berbeda-beda. Ketidaktahuan mengenai hal ini sering menjadi hambatan tambahan bagi pelaku usaha, terutama mereka yang baru mulai mengekspor.

Oleh karena itu, pemahaman mengenai fungsi, jenis, syarat, dan proses penerbitan SKA—termasuk penggunaan sistem e-SKA yang dikelola Kementerian Perdagangan—menjadi langkah penting agar pelaku usaha dapat memaksimalkan peluang yang disediakan oleh berbagai perjanjian perdagangan internasional.


Apa Itu SKA (Surat Keterangan Asal)?


Surat Keterangan Asal (SKA), atau Certificate of Origin (COO) dalam istilah internasional, adalah dokumen resmi yang menyatakan bahwa suatu barang berasal, diproduksi, atau diolah di negara tertentu. Dalam konteks ekspor Indonesia, SKA menjadi bukti sah bahwa komoditas yang dikirim merupakan produk yang dihasilkan di wilayah Indonesia. 

Dokumen ini digunakan untuk berbagai tujuan perdagangan internasional, mulai dari pemenuhan persyaratan bea masuk hingga penentuan kelayakan fasilitas tarif.

Informasi yang tercantum dalam SKA umumnya meliputi data barang, deskripsi produk, negara asal, tujuan ekspor, hingga rincian pengapalan. Dengan adanya dokumen ini, otoritas bea cukai di negara tujuan dapat memverifikasi asal barang dan menerapkan ketentuan tarif yang sesuai, baik dalam skema preferensi maupun non-preferensi.

Pada dasarnya, keberadaan SKA tidak selalu bersifat wajib. Namun, dalam perdagangan internasional yang memanfaatkan perjanjian dagang seperti Free Trade Agreement (FTA), dokumen ini menjadi krusial karena menjadi dasar pemberian fasilitas tarif preferensi. 

Kerangka Perjanjian Perdagangan yang Menjadi Dasar SKA


Surat Keterangan Asal (SKA) tidak berdiri sendiri sebagai dokumen administratif. Penerbitannya didasarkan pada berbagai kerangka kerja perdagangan internasional yang menetapkan bagaimana negara asal suatu barang menentukan perlakuan tarif, akses pasar, dan kepatuhan terhadap regulasi impor. Dengan kata lain, SKA merupakan instrumen yang menghubungkan ketentuan asal barang (rules of origin) dengan implementasi perjanjian dagang.

Secara umum, landasan hukum dan praktik SKA muncul dari empat kategori utama perjanjian perdagangan:


1. Perjanjian Bilateral


Merupakan kesepakatan antara dua negara untuk memberikan fasilitas tarif atau kemudahan perdagangan tertentu. Dalam skema ini, SKA menjadi bukti bahwa produk yang diekspor memenuhi ketentuan asal barang yang disyaratkan dalam perjanjian. Contoh implementasinya dapat ditemukan pada berbagai Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) yang telah disepakati Indonesia dengan sejumlah negara.


2. Perjanjian Regional


Perjanjian yang melibatkan beberapa negara dalam satu kawasan, seperti ASEAN. Sebagai contohnya, SKA seperti Form D (ATIGA) yang digunakan untuk memastikan barang yang beredar antar negara ASEAN benar-benar berasal dari kawasan tersebut DAN berhak memperoleh tarif preferensi. 


3. Perjanjian Multilateral

Perjanjian yang mencakup banyak negara dalam kerangka organisasi internasional seperti WTO. Prinsip transparansi, verifikasi, dan kepatuhan pabean yang menjadi dasar SKA juga sejalan dengan sistem perdagangan multilateral. Meskipun tidak semua fasilitas multilateral memerlukan SKA, dokumen ini sering menjadi persyaratan teknis negara tujuan.


4. Ketentuan Unilateral Negara Tujuan

Beberapa negara menetapkan aturan asal barang sendiri, seperti skema Generalized System of Preferences (GSP). Dalam konteks ini, SKA digunakan untuk memenuhi persyaratan administratif negara tersebut, meskipun manfaat tarifnya dapat berbeda-beda.


Jenis-Jenis SKA


Surat Keterangan Asal (SKA) terdiri dari dua kategori utama yang memiliki fungsi dan konsekuensi yang berbeda dalam proses ekspor. 

1. SKA Preferensi


SKA preferensi adalah dokumen yang memberikan manfaat tarif kepada barang ekspor tertentu berdasarkan perjanjian perdagangan. Dengan melampirkan SKA preferensi, produk dapat memperoleh:


  • Pembebasan bea masuk (tarif 0%), atau
  • Pengurangan bea masuk sesuai skema preferensi yang berlaku.


Jenis SKA ini digunakan dalam berbagai kerja sama perdagangan seperti:

  • Perjanjian bilateral (misalnya Indonesia–Chile CEPA),
  • Perjanjian regional seperti ATIGA (Form D),
  • Perjanjian multilateral atau skema lain yang menetapkan fasilitas tarif.


Agar dapat diterbitkan, barang harus memenuhi rules of origin yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut, termasuk syarat nilai tambah, perubahan klasifikasi tarif, atau proses produksi tertentu.


2. SKA Non-Preferensi


SKA non-preferensi tidak memberikan fasilitas tarif, namun tetap berfungsi sebagai dokumen pengawasan asal barang. Dokumen ini digunakan ketika negara tujuan atau importir membutuhkan bukti resmi bahwa barang benar-benar berasal dari negara tertentu, meskipun tanpa konsekuensi tarif.


SKA non-preferensi umumnya digunakan untuk:


  • Memenuhi persyaratan administratif negara tujuan,
  • Mendukung proses kepabeanan dan pengawasan mutu,
  • Persyaratan internal importir atau buyer,
  • Ekspor ke negara tanpa perjanjian tarif khusus dengan Indonesia.


Berbeda dengan SKA preferensi, dokumen ini lebih sederhana karena tidak terkait dengan skema tarif. Namun, eksportir tetap harus memastikan keakuratan data barang dan dokumen pendukung yang diajukan.


Adapun ringkasnya terkait dua jenis SKA ini adalah sebagai berikut.

Jenis SKA Fungsi Utama Manfaat Tarif Dasar Penggunaan
SKA Preferensi Mendapatkan fasilitas tarif preferensi Ya (diskon/pembebasan bea masuk) Perjanjian perdagangan (FTA/CEPA/ATIGA)
SKA Non-Preferensi Pembuktian asal barang tanpa manfaat tarif Tidak Ketentuan administratif negara tujuan atau permintaan importir




Syarat dan Proses Pengajuan SKA (Melalui e-SKA)


Pengajuan Surat Keterangan Asal (SKA) saat ini dilakukan secara digital melalui sistem e-SKA yang dikelola oleh Kementerian Perdagangan.

A. Syarat Pengajuan SKA


Agar permohonan dapat diproses, eksportir wajib menyiapkan sejumlah dokumen pendukung, antara lain:

  1. Nomor Induk Berusaha (NIB) yang masih berlaku.
  2. Invoice dan packing list sebagai bukti transaksi ekspor.
  3. Bill of Lading (BL) atau Airway Bill (AWB)—bisa menyusul apabila sistem mengizinkan post-entry.
  4. Pernyataan proses produksi (Process Statement) untuk komoditas tertentu yang mensyaratkan ketentuan asal lebih rinci.
  5. Data bahan baku dan proses manufaktur, khususnya bagi barang yang memerlukan pembuktian Rules of Origin (ROO) seperti CTH, RVC, atau PSR.
  6. Kontrak atau Purchase Order (PO) apabila diminta sebagai verifikasi tambahan.
  7. Dokumen pendukung lain sesuai ketentuan skema perjanjian dagang (misalnya AKFTA, AJCEP, RCEP).

Kelengkapan dokumen menjadi faktor utama agar petugas pejabat penerbit SKA (IPSKA) dapat melakukan verifikasi tanpa penundaan.


B. Proses Pengajuan SKA Melalui e-SKA


Prosedur pengajuan SKA secara elektronik umumnya melalui tahapan berikut:


1. Registrasi dan Login Eksportir


Eksportir mendaftar dan masuk ke portal e-SKA. Pastikan data perusahaan sudah terverifikasi dan terhubung dengan NIB di sistem OSS.

2. Pengisian Formulir SKA


Eksportir mengisi data ekspor, antara lain:

  • Nomor dan tanggal invoice
  • Deskripsi barang (HS Code, jumlah, dan spesifikasi)
  • Negara tujuan
  • Jenis perjanjian dagang yang digunakan (misalnya Form D, Form E, Form AK, dan lainnya)

3. Unggah Dokumen Pendukung


Sistem meminta unggahan invoice, packing list, BL/AWB, serta dokumen asal bahan atau dokumen proses produksi jika diperlukan.

4. Verifikasi oleh IPSKA


Petugas melakukan verifikasi administratif dan teknis, termasuk:

  • Kesesuaian HS Code
  • Penilaian dasar pemenuhan Rules of Origin
  • Pemeriksaan asal bahan baku atau proses produksi
Pada tahap ini, petugas dapat meminta klarifikasi tambahan.

5. Penerbitan SKA


Setelah permohonan disetujui, SKA diterbitkan dalam bentuk digital dan dapat dicetak oleh eksportir.
Untuk beberapa negara tujuan, SKA juga dikirimkan secara elektronik melalui skema Electronic Certificate of Origin (e-CO).

6. Penyampaian ke Bea Cukai Negara Tujuan


Eksportir menyampaikan SKA kepada importir atau pihak berwenang di negara tujuan untuk mendapatkan tarif preferensial pada saat proses customs clearance.

Melalui penerapan sistem e-SKA, proses pengajuan menjadi lebih transparan, cepat, dan dapat ditelusuri. Pemahaman atas jenis-jenis SKA, ketentuan asal barang (Rules of Origin), serta syarat dan prosedur pengajuan menjadi kunci agar fasilitas preferensi tarif dapat dimanfaatkan secara optimal. 

0 komentar

Posting Komentar